Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP
Utama

Mengungkap Nama-Nama Besar dan Sepak Terjang Dua Terdakwa Korupsi e-KTP

Kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi.

Oleh:
NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Tim Jaksa KPK Mendakwa Irman dan Sugiharto karena merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun terkait penggelembungan anggaran dalam pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). Foto: RES
Tim Jaksa KPK Mendakwa Irman dan Sugiharto karena merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun terkait penggelembungan anggaran dalam pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). Foto: RES
Sidang perkara korupsi proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran (TA) 2011-2013 dengan dua terdakwa digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3). Sebagaimana pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya, memang banyak nama besar yang disebut dalam dakwaan.

Dua terdakwa dimaksud adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman (terdakwa I) yang dahulu menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto (terdakwa II) yang dahulu ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Salah satu nama besar yang terungkap dalam dakwaan adalah Ketua DPR Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkat saat itu. Dalam rumusan perbuatan pidana yang didakwakan terhadap Irman dan Sugiharto, penuntut umum KPK menyebut nama Setya sebagai orang yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Baca Juga: Dakwaan Kasus e-KTP Bakal Ungkap Peran ‘Orang-Orang Besar’

Masih ada beberapa nama lain yang disebut sebagai pihak yang bersama-sama melakukan tindak pidana, seperti Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini, Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia Pengadaan), Andi Agustinus alias Andi Narogong (penyedia barang/jasa Kemendagri), dan Isnu Edhi Wijaya (Ketua Konsorsium PNRI).

Penuntut umum KPK Irene Putrie menuturkan, kedua terdakwa bersama-sama pihak tersebut  secara melawan hukum, dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket pengadaan penerapan e-KTP TA 2011-2013 telah mengarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu sebagai penyedia barang/jasa proyek e-KTP.

Perbuatan itu memperkaya para terdakwa, juga Gamawan Fauzi, Diah, Drajat beserta 6 orang anggota Panitia Pengadaan, Husni Fahmi beserta 5 orang anggota Tim Teknis, Johannes Marliem, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, dan Tamsil Linrung, Taufik Effendi, dan Teguh Djuwarno.

"(Serta) Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna H Laoly, dan 37 anggota Komisi II DPR lainnya," kata Irene saat membacakan surat dakwaan. Baca Juga: KPK Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi Berjamaah Proyek e-KTP

Selain itu, memperkaya pula sejumlah korporasi pemenang tender e-KTP, yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT LEN Industi, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra, PT Sucofindo, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI. Akibatnya, kerugian keuangan negara mencapai Rp2,314 triliun.

Dalam mengurai perbuatan korupsi proyek e-KTP, penuntut umum membaginya dalam dua fase, yaitu "Proses Penganggaran" dan "Proses Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa". Untuk proses penganggaran, penuntut umum Eva Yustisiana menjelaskan, peristiwa itu bermula pada akhir November 2009.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan (Menkeu) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai usulan pembiayaan pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional (e-KTP).

Dalam surat itu, Gamawan meminta perubahan sumber pembiayaan proyek e-KTP yang semula dibiayai dengan menggunakan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN menjadi bersumber dari anggaran rupiah murni. Usulan perubahan tersebut kemudian dibahas dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kemendagri dengan Komisi II DPR.

Eva melanjutkan, pada awal Februari 2010, setelah mengikuti rapat pembahasan anggaran Kemendagri, Irman diminta sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu agar usulan Kemendagri tentang anggaran proyek e-KTP dapat segera disetujui oleh Komisi II. Ketika itu, Irman pun tidak dapat menyanggupi permintaan Burhanudin.

Namun, seminggu kemudian, Irman kembali menemui Burhanudin. Keduanya bersepakat, guna mendapatkan persetujuan anggaran dari Komisi II, anggota Komisi II akan diberikan sejumlah uang oleh pengusaha yang biasa menjadi rekanan di Kemendagri, yakni Andi Narogong. Burhanudin juga menyebutkan, pemberian uang sudah disetujui oleh Diah.

Irman dihubungi oleh Diah untuk mengkonfirmasi pertemuannya dengan Burhanudin. Diah menginformasikan kepada Irman bahwa Andi Narogong adalah pengusaha yang komit dan akan memenuhi janjinya sebagaimana yang telah dibicarakan antara Irman dan Burhanudin. Selanjutnya, Irman dan Sugiharto ditemui oleh Andi Narogong.

Eva mengungkapkan, Andi Narogong menyampaikan kedatangannya dalam rangka menegaskan kesediannya memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II dan pejabat Kemendagri guna memperlancar pembahasan anggaran proyek e-KTP. Atas penyampaian Andi Narogong, Irman mengarahkan agar dia langsung berkoordinasi dengan Sugiharto.

"Dalam kesempatan itu, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa I (Irman) sepakat untuk menemui Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar untuk mendapatkan kepastian dukungan Partai Golkar terhadap anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional (e-KTP)," ujarnya. Baca Juga: 2 Pejabat Kemendagri Didakwa Korupsi Proyek e-KTP

Irman dan Andi Narogong pun menemui Setya untuk memastikan kesiapan anggaran proyek e-KTP yang dijawab Setya akan berkoordinasi dengan pimpinan fraksi lainnya. Pada Mei 2010, sebelum RDP, Irman dan Andi Narogong bertemu dengan Gamawan, Diah, Chaeruman, Ganjar, Taufik, Teguh, Ignatius, Mustoko, Arief, dan Nazaruddin.

Disepakatilah program e-KTP sebagai program prioritas utama yang akan dibiayai menggunakan APBN murni secara multiyears (tahun jamak). Mustoko menyampaikan yang akan mengerjakan proyek e-KTP adalah Andi Narogong yang sudah biasa mengerjakan proyek di Kemendagri dan familiar dengan Komisi II.

Mustoko memberi garansi jika Andi Narogong berkomitmen akan memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR dan beberapa pejabat Kemendagri yang juga diamini oleh Andi Narogong. Lalu, antara bulan Mei-Juni 2010, Irman meminta Direktur PT Java Trade Utama Johannes Richard Tanjaya menyediakan hotel untuk pembahasan proyek e-KTP.

Irman meminta Johannes berkoodinasi dengan Sugiharto guna menentukan tempat pertemuan. Sugiharto mengarahkan Johannes untuk menyewa kamar di Hotel Sultan, Jakarta dengan pertimbangan agar Irman yang sedang mengikuti rapat di Komisi II tidak terlalu jauh meninggalkan gedung DPR.

Beberapa saat kemudian, sambung Eva, para terdakwa melakuan pertemuan di Hotel Sultan dengan Andi Narogong, Johannes, dan Husni. Irman menyampaikan, Andi Narogong akan mengurus penganggaran dan pelaksanaan proyek e-KTP, serta berminat mengikuti proses pengadaan e-KTP. Irman meminta Johannes untuk membantu mempersiapkan desain proyek.

Sekira Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan RAPBN TA 2011 yang diantaranya proyek e-KTP. Andi Narogong beberapa kali melakukan pertemuan dengan anggota DPR, khususnya Setya, Anas, dan Nazaruddin, karena mereka dianggap sebagai representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran proyek e-KTP.

Setelah beberapa kali pertemuan, mereka bersepakat bahwa DPR akan menyetujui anggaran proyek e-KTP sesuai dengan grand design tahun 2010 dengan nilai kurang lebih Rp5,9 triliun. Dimana, proses pembahasannya akan dikawal oleh Fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

Guna merealisasikan pemberian fee, kata Evan, Andi Narogong, Setya, Anas, dan Nazaruddin sepakat tentang rencana penggunaan anggaran e-KTP senilai Rp5,9 triliun. Sebanyak 51 persen atau Rp2,662 triliun untuk belanja riil pembiayaan proyek, sedangkan 49 persen atau Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri.

"Termasuk para terdakwa sebesar 7 persen atau Rp365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp261 miliar, Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen  Rp574,2 miliar," terangnya.

Mereka juga menyepakati bahwa sebaiknya pelaksana atau rekanan proyek e-KTP adalah BUMN agar mudah diatur. Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, sekitar September-Oktober 2010 di ruang kerja Mustoko, Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR agar Komisi II dan Badan Anggaran DPRD menyetujui anggaran proyek e-KTP dengan rincian :
No Nama Anggota DPR
1 Anas Urbaningrum sejumlah AS$500 ribu yang diberikan melalui Eva Ompita Soraya. Pemberian itu merupakan kelanjutan dari pemberian yang telah dilakukan pada April 2010 sejumlah AS$2 juta yang diberikan melalui Fahmi Yandri. Sebagian uang dipergunakan untuk membayar biaya akomodasi kongres Partai Demokrat di Bandung. Sebagian lagi diberikan kepada Khatibul Umam Wiranu selaku anggota Komisi II DPR sejumlah AS$400 ribu dan Jafar Hafsah selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat sejumlah AS$100 ribu yang kemudian dibelikan satu unit mobil Toyota Land Cruiser. Pada Oktober 2010, Andi Narogong kembali memberikan uang sejumlah AS$3 juta kepada Anas.
2 Arief Wibowo selaku anggota Komisi II DPR sejumlah AS$100 ribu
3 Chaeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR sejumlah AS$550 ribu
4 Ganjar Pranowo selaku Wakil Ketua Komisi II DPR sejumlah AS$500 ribu
5 Agun Gunanjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR sejumlah AS$1 juta
6 Mustoko Weni selaku anggota Komisi II DPR sejumlah AS$400 ribu
7 Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR sejumlah AS$250 ribu
8 Taufik Effendi selaku Wakil Ketua komisi II DPR sejumlah AS$50 ribu
9 Teguh Djuwarno selaku Wakil Ketua Komisi II DPR sejumlah AS$100 ribu

Tak sampai di situ. Menurut Eva, setelah adanya kepastian anggaran untuk proyek e-KTP, di ruang kerja Setya dan Mustoko, Andi Narogong beberapa kali memberikan uang kepada pimpinan Badan Anggaran, Melchias Marcus Mekeng sejumlah AS$1,4 juta, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey, masing-masing AS$1,2 juta, serta Tamsil Linrung AS$700 ribu.

Selain itu, pada Oktober 2010, sebelum masa reses DPR, Andi Narogong kembali memberikan uang kepada Arief Wibowo sejumlah AS$500 ribu untuk dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II, yakni Ketua Komisi II AS$30 ribu, tiga Wakil Ketua Komisi II masing-masing AS$20 ribu, sembilan Ketua Kelompok Fraksi pada Komisi II masing-masing AS$15 ribu, dan 37 anggota Komisi II masing-masing antara AS$5000 sampai AS$10 ribu.

Dalam suatu kesempatan, Diah meminta Chaeruman selaku Ketua Komisi II DPR untuk segera menyetujui anggaran proyek e-KTP secara multiyears dengan rincian, tahun 2011 sebesar Rp5,952 triliun, tahun 2012 sebesar Rp2,291 triliun, dan tahun 2013 sebesar Rp3,66 triliun. Alhasil, rapat kerja antara DPR dan Kemendagri yang diwakili Gamawan pun dilakukan pada 22 November 2010.

Komisi II DPR memberikan memberikan persetujuan anggaran terhadap pelaksanaan proyek e-KTP untuk tahun 2011 sejumlah Rp2,468 triliun yang bersumber dari APBN rupiah murni TA 2011. Persetujuan itu diikuti dengan penerbitan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada tanggal 20 Desember 2010.

Setelah adanya persetujuan anggaran dari Komisi II DPR, sekira bulan Desember 2010 di rumah dinas Sekjen Kemendagri, Andi Narogong memberikan uang kepada Diah Anggraini sejumlah AS$1 juta. Uang itu sebagai kompensasi karena telah membantu dalam pembahasan anggaran pengadaaan proyek e-KTP, sehingga anggaran itu mendapat persetujuan DPR.

Eva membeberkan, selain uang-uang tersebut, masih banyak uang-uang lain yang digelontorkan dalam upaya mendapat persetujuan anggaran proyek multiyears dan pelaksanaan tender e-KTP TA 2011-2013. Baik yang diberikan kepada anggota DPR, maupun pihak-pihak lain, termasuk Gamawan yang disebut menerima uang sejumlah AS$4,5 juta plus Rp50 juta.  

Menanggapi isi surat dakwaan, Irman mengaku sudah mengerti. Sementara Sugiharto mengatakan, meski surat dakwaan cukup jelas, tetapi ada yang tidak betul dan ada yang tidak ia ketahui. Walau begitu, Pengacara kedua terdakwa, Susilo Ariebowo menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

"Setelah kami, terdakwa I, dan terdakwa II membaca, mencermati, dan mendengarkan apa yang sudah disampaikan oleh penuntut umum, kami tidak mengajukan tanggapan atau eksepsi," tuturnya saat menjawab pertanyaan ketua majelis John Halasan Butar Butar mengenai tanggapan pengacara atas surat dakwaan penuntut umum.
Tags:

Berita Terkait