Mengurai Implementasi Kedaulatan Digital di Indonesia
Terbaru

Mengurai Implementasi Kedaulatan Digital di Indonesia

Terdapat empat bentuk implementasi kedaulatan digital yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
IABF Law Firm. Foto: istimewa.
IABF Law Firm. Foto: istimewa.

Bagai dua sisi mata uang, perkembangan teknologi melahirkan manfaat sekaligus risiko pada aktivitas di ruang siber (cyberspace). Itu sebabnya, guna mendorong pemanfaatan ruang siber secara optimal, Partner di IABF Law Firm, Robert Hasan menyampaikan, kedaulatan negara dalam ruang siber menjadi salah satu hal mendasar yang perlu ditegakkan melalui instrumen pemerintahan yang ditetapkan pemerintah.

 

Implementasinya sendiri, dapat terbagi ke dalam empat bentuk. Pertama, lewat pembentukan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, konsep kedaulatan dalam dunia siber dapat diterjemahkan dalam berbagai regulasi yang dimiliki masing-masing negara. Menurut Associate di IABF Law Firm, Stephani Dea, saat ini Indonesia telah memiliki beberapa regulasi untuk mencapai kedaulatan digital, seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 (UU ITE); Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP); Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 10 Tahun 2021 (Permen Kominfo 5/2020); dan Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE).

 

Konsep kedaulatan digital di Indonesia muncul dalam Pasal 2 UU ITE, melalui penegasan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia; yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

 

“Lebih lanjut, yang dimaksud dengan ‘merugikan kepentingan Indonesia’ meliputi, tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia,” Stephani Dea menjelaskan.

 

Di sisi lain, UU PDP telah disahkan sebagai landasan hukum untuk memberikan pelindungan data pribadi yang berlaku untuk setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU PDP, yaitu (1) yang berada wilayah hukum Indonesia; dan (2) di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia; dan/atau bagi subjek data pribadi warga negara Indonesia di luar wilayah hukum Indonesia.

 

Selanjutnya, pemerintah melalui PP 71/2019 dan Permen Kominfo 5/2020 juga memperkuat kedaulatan digital di Indonesia, di mana setiap penyelenggara sistem elektronik (baik lingkup publik dan privat) yang menyelenggarakan sistem elektronik di Indonesia wajib melakukan pendaftaran kepada Menteri Komunikasi dan Informatika.

 

Terakhir, kedaulatan digital Indonesia juga tercermin melalui PP PMSE yang mewajibkan setiap orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum (baik pelaku usaha dalam negeri atau pelaku usaha luar negeri) yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) wajib memiliki izin usaha PMSE.

Tags: