Menteri Rangkap Jabatan Pimpinan Parpol? Begini Hukumnya
Berita

Menteri Rangkap Jabatan Pimpinan Parpol? Begini Hukumnya

​​​​​​​Partai politik adalah organisasi yang salah satu sumber keuangannya dari APBN/APBD, sehingga pimpinan parpol dilarang rangkap jabatan menjadi menteri.

M-26
Bacaan 2 Menit



Bahkan, menurut dia, dua posisi itu saling memperkuat satu sama lain. "Dan saya bisa menjamin bahwa posisi Bung Airlangga sebagai menteri itu tidak mengganggu kinerja Golkar," ucapnya.

 

Baca:

 

Hal berbeda diutarakan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Ia mengingatkan pimpinan partai politik tidak boleh menjadi menteri seperti yang pernah diungkapkan Presiden Jokowi di awal masa pemerintahannya agar bisa fokus bekerja. "Seingat rakyat, dulu ada pernyataan bahwa tidak boleh ada rangkap jabatan pengurus partai politik menjadi menteri di kabinet," kata Taufik di Jakarta, Kamis (17/1).



Dia menilai kalau saat ini kondisinya berbeda yaitu pengurus parpol tersebut masih menjadi menteri, maka biarkan rakyat menilainya.



Taufik mengingatkan Presiden Jokowi memilih para pembantunya sangat ketat yaitu mendengarkan pendapat publik dan meminta rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia juga mengingatkan kembali soal pernyataan Presiden Jokowi bahwa tidak ada rangkap jabatan di dalam kabinet kerjanya, agar dapat fokus bekerja dan maksimal menjalankan tugas kenegaraan.

 

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Fajri Nursyamsi mengatakan, soal larangan menteri merangkap jabatan ini terdapat pada Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Khusus pada Pasal 23 huruf c disebutkan bahwa, menteri dilarang rangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN/APBD.

 

Pertanyaannya, apakah partai politik dibiayai oleh APBN/APBD? Fajri mengatakan, jika dilihat dari Pasal 34 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, salah satu sumber keuangan parpol adalah bantuan keuangan dari APBN/APBD.

Tags:

Berita Terkait