MK Lepas Tangan Kasus Eks Panitera
Berita

MK Lepas Tangan Kasus Eks Panitera

Menurut kuasa hukum Zainal seharusnya Ketua MK dan Wakil Ketua MK yang lebih dulu diperiksa dalam kasus ini sebelum Zainal. Sebab, surat MK itu selain atas dasar arahan Ketua MK juga ditembuskan ke Ketua MK dan Wakil Ketua MK.

ASh
Bacaan 2 Menit

 

“Saya kira ini bentuk kriminalisasi, pasti orang menjadi takut menjalankan tugas, terlebih sudah ada MoU antara MK dan Polri,” katanya.                

 

Asrun mengaku kliennya hingga saat ini belum diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri sejak ditetapkan sebagai tersangka. "Hingga saat ini belum diperiksa, awalnya pernah diperiksa sebagai saksi, tapi tiba-tiba menjadi tersangka. Hari ini kami menghadap Kabareskrim untuk minta penjelasan status tersangka kliennya itu," katanya.    

 

Untuk diketahui, beberapa waktu lalu mantan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri karena diduga memasukkan keterangan palsu dalam surat MK yang dikirim ke KPU. Hal itu terkait proses      proses surat menyurat pelaksanaan putusan MK No. 80/PHPU.C-VII/2009 tentang Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif yang diajukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 2009 lalu.  

 

Dalam amar Putusannya, MK membatalkan keputusan KPU No. 55/Kpts/KPU/TAHUN 2009 tentang penetapan dan pengumuman hasil Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional pada Pemilu 2009. Pembatalan keputusan itu untuk 12 daerah pemilihan, termasuk Dapil Sumatera Selatan I, dimana anggota PPP Ahmad Yani -pemohon, mengatasnamakan DPP PPP- akhirnya berhasil merebut satu kursi DPR untuk dapil itu.

 

Sebab, perolehan suara Yani -caleg nomor urut 2- mengalami penambahan 10.417 suara yang diperoleh di 5 kecamatan (Sumsel). Total suara yang diraih PPP yang semula 68.061 suara menjadi 78.478 suara. Sebelum adanya putusan MK itu, satu kursi itu diraih rekan Yani sesama pengurus PPP yakni Usman M Tokan – caleg nomor urut 1 - yang dikabarkan sebagai pelapor kasus Zainal.    

 

Sebelumnya, Usman pernah menggugat ke PTUN Jakarta untuk membatalkan Keppres No. 70 Tahun 2009 tentang penetapan Anggota DPR periode 2009-2014  termasuk Yani sebagai anggota DPR. Sebab, Usman menganggap penambahan suara sebesar 10.417 suara milik partai, bukan milik Yani.

 

Menurut UU Pemilu pun suara milik partai itu diberikan kepada Caleg yang sebelumnya mendapat suara terbanyak, yakni Usman. Namun, majelis hakim PTUN Jakarta menolak. Tak terima, Tokan pun mengajukan banding ke PTTUN yang teregister nomor perkara 191 tertanggal 3 Juni 2010. 

Tags: