OJK Siapkan Peraturan Berbasis EBA untuk KPR
Berita

OJK Siapkan Peraturan Berbasis EBA untuk KPR

Dipercaya dapat membantu likuiditas perbankan.

FAT
Bacaan 2 Menit
OJK Siapkan Peraturan Berbasis EBA untuk KPR
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan peraturan Efek Beragun Aset (EBA) atau efek berbasis aset keuangan, baik surat utang (bond) maupun surat partisipasi untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani berharap, aturan ini bisa terbit bulan ini.

“Ya, kita berharap bulan ini bisa dikeluarkan,” kata Firdaus di Jakarta, Senin (20/1).

Ia mengatakan, dengan adanya peraturan tersebut maka PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Persero dapat menerbitkan surat utang yang bisa dibeli oleh lembaga jasa keuangan. Menurutnya, peraturan ini diterbitkan sebagai bentuk dukungan OJK atas terlaksananya program pemerintah yang selama ini telah dijalankan PT SMF.

Sebagaimana diketahui, PT SMF telah lima kali membeli aset KPR PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk berupa piutang senilai Rp3,933 triliun. Menurut Firdaus, peraturan ini juga diharapkan dapat membantu likuiditas perbankan yang menyalurkan kredit di sektor perumahan.

Firdaus menjelaskan, dengan adanya aturan ini, maka dimungkinkan SMF dapat menerbitkan surat utang yang dibeli oleh perbankan guna membantu penyaluran KPR. Agar aset perbankan tersebut aman, maka SMF bisa menerbitkan surat berharga yang jaminannya dalam bentuk rumah.

Ia yakin, cara ini memiliki masa depan yang baik dalam sektor kredit perumahan. Bahkan, Firdaus percaya aturan ini dapat membantu likuiditas dari perbankan itu sendiri. “Untuk bisa punya dana harus terbitkan surat utang. Jadi dana ini bergulir, ketika dia mensecuriti aset dari perbankan, dia akan dapat agunan. Dasar agunan ini dia bisa terbitkan surat berharga. Jadi itu sangat liquid,” katanya.

Ia berharap, kerjasama perbankan dengan SMF dapat diikuti oleh bank-bank lain. Hal ini dikarenakan bank yang menyalurkan KPR bukan BTN semata. Bukan hanya itu, ke depan sektor perumahan masih menjadi salah satu kebutuhan yang dicari masyarakat. Oleh karenanya, semakin besar kebutuhan atas perumahan, maka semakin besar pula dana yang dibutuhkan.

“Kita masih butuh banyak perumahan. Mungkin kita masih butuh 15 juta unit perumahan. Artinya dana yang dibutuhkan juga banyak dan kredit perumahan jangka panjang. Bagaimanapun kalau dia bermain besar pasti likuiditas terganggu. Karena itu perlu disecuritisasi oleh SMF,” tutur Firdaus.

PT SMF menyambut baik rencana OJK ini. Sejak beroperasi pada tahun 2008 hingga Desember 2013, PT SMF telah merealisasikan pembiayaan sebesar Rp12 triliun. Direktur SMF Raharjo Adisusanto mengatakan, pembiayaan sebesar tersebut untuk pembiayaan jangka panjang terutama KPR.

“SMF berhasil jangka menengah panjang ke sektor pembiayaan mencapai Rp12 triliun,” kata Raharjo.

Jumlah itu terdiri dari Rp8 triliun untuk penyaluran dana dan Rp4 triliun untuk sekuritisasi. Jumlah debitur yang menerima KPR senilai Rp12 triliun tersebut adalah 309.892 debitur. Sedangkan tahun 2013, SMF telah menyalurkan dana sebesar Rp3,507 triliun yang terdiri dari sekuritisasi Rp1 triliun dan penyaluran pinjaman Rp2,507 triliun.

Raharjo mengatakan, SMF akan terus menjaring permodalan dari bursa dengan menerbitkan EBA. Ia berharap, ke depan banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya. Menurutnya, permodalan dari bursa dengan menerbitkan EBA tersebut relatif aman.

“Perkembangan pasar modal efek KPR relatif aman karena memiliki aset dasar tagih KPR dan tanggungan rumah yang nilainya terus meningkat," kata Raharjo.

Sebagai BUMN, SMF berjanji akan terus membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan. Raharjo mengatakan, inovasi SMF penting untuk menghasilkan efek berbasis KPR yang nantinya bisa digunakan untuk diversifikasi investasi.
Tags:

Berita Terkait