OJK Susun Aturan Office Channeling untuk Dana Haji
Berita

OJK Susun Aturan Office Channeling untuk Dana Haji

Agar bank konvensional yang tak memiliki unit usaha syariah di tiap provinsi bisa mengalihkan dana hajinya.

FAT
Bacaan 2 Menit
OJK Susun Aturan Office Channeling untuk Dana Haji
Hukumonline
Salah satu amanat dari UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adanya pengalihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah. Ketentuan ini dinilai sebagai potensi yang baik bagi perbankan syariah untuk mengembangkan sektor keuangan syariah di Indonesia. Pemerintah pun menindaklanjuti amanat dari UU Penyelenggaraan Ibadah Haji tersebut.

Tindaklanjut yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Aturan tersebut menjelaskan mengenai mekanisme peralihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah.

Namun, ada permasalahan yang tersisa dari amanat Permenag tersebut. Persoalan tersebut diperolehnya setelah bertemu dengan sejumlah perwakilan perbankan konvensional yang memiliki pengelolaan dana haji.

Dari catatan yang dimiliki, ada sekitar 17 bank syariah yang akan menerima pengalihan dana haji tersebut. Meski begitu, tak semua bank syariah dapat memperoleh pengalihan dana haji.

"Misalnya Bank NTB, itu enggak dapat (pengalihan dana ibadah haji, red)," kata Direktur Pengaturan Perizinan Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Achmad Buchori, dalam sebuah seminar bertema 'Permenag No. 30 Tahun 2013: Menyíkapi peningkatan market share perbankan syariah menjelang masyarakat ekonomi ASEAN 2015' di Jakarta, Rabu (23/4).

Terkait persoalan ini, OJK tak bisa berbuat apa-apa. Soalnya, pengalihan dana haji ke bank syariah tertentu merupakan kewenangan dari pemilik dana. Selain persoalan tersebut, lanjut Buchori, terdapat juga masalah lain yang dikeluhkan sejumlah perbankan. Salah satunya terkait perbankan konvensional yang tak memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) di tiap provinsi. Hal ini bisa menyulitkan perbankan konvensional tersebut untuk mengalihkan dana haji ke UUS-nya.

"Misal BTN, BTN konvensional sekarang tidak bisa terima harus alihkan ke UUS-nya, tapi tidak ada di tiap provinsi. Ada fair treatment kepada bank konvensional," tutur Buchori.

Menurutnya, dukungan OJK tersebut berupa tengah digodoknya Surat Edaran (SE) mengenai office channeling. Dalam aturan ini, UUS diperbolehkan buka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK. Kantor regional pertama adalah DKI Jakarta yang mencakup Jabodetabek, Banten, Lampung dan seluruh provinsi di Kalimantan. Kantor regional kedua Bandung yang mencakup wilayah tugas di provinsi Jawa Barat.

Ketiga, kantor regional Surabaya yang mencakup wilayah tugas provinsi Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Kantor regional keempat di Semarang yang mencakup wilayah provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kantor regional Medan yang mencakup wilayah tugas Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Riau. Dan keenam kantor regional Makasar yang mencakup wilayah tugas Kota Jayapura, Ambon, Manado, Palu dan Kendari.

Setelah membuka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK tersebut, bank konvensional yang tak memiliki UUS di tiap provinsi itu bisa melaksanakan layanan penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk ibadah haji dengan menggunakan layanan bank konvensionalnya di masing-masing provinsi. "Supaya nasabah tidak pindah ke yang lain," kata Buchori.

Direktur Eksekutif Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah Ismi Kushartanto menyambut baik rencana OJK tersebut. Menurutnya, dukungan yang diberikan OJK tersebut bertujuan untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. "Terima uang buat bank ada konsekuensinya, kalau terima tidak bisa salurkan kayak makan tapi tidak bisa ke 'belakang'. Mudah-mudahan (dana haji, red) bisa ke bank syariah semuanya," katanya.

Ia mengatakan, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia sangat bagus. Meski dalam lima tahun terakhir pertumbuhan perbankan syariah turun, namun jika dibanding bank konvensional, masih lebih baik pertumbuhan perbankan syariah. Atas dasar itu, potensi perbankan syariah di Indonesia ke depan sangat baik. Ia berharap, sejumlah pemangku kepentingan memanfaatkan potensi ini.

"Perlu keterlibatan banyak pihak untuk bersama-sama memikirkan bagaimana ekonomi syariah bukan hanya perbankan saja bisa berkembang dengan cepat," kata Ismi di tempat yang sama.

Direktur Keuangan dan Operasional Bank Muamalat, Hendiarto, menilai Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi syariah. Terlebih lagi jika menyambut berlakunya masyarakat ekonomi ASEAN pada tahun 2015 mendatang. Namun, potensi besar ini harus diimbangi dengan perkuatnya sektor perbankan syariah di Indonesia.

"Dalam konteks ASEAN, Indonesia kontribusi terbesar 40 persen," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait