Panja Usul Frasa ‘Hukum Adat’ Masuk RKUHP
Berita

Panja Usul Frasa ‘Hukum Adat’ Masuk RKUHP

Hukum adat dimaksud sepanjang sesuai dengan yang terkandung dalam Pancasila dan nilai-nilai di masyarakat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Panja Usul Frasa ‘Hukum Adat’ Masuk RKUHP
Hukumonline
Pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali digelar di ruang Komisi III DPR. Panja RKUHP dan pemerintah membahas pasal demi pasal berdasarkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang dibuat DPR. Dalam pembahasan, terjadi perdebatan soal usulan dimasukannya frasa ‘hukum adat’ dalam Pasal 2 ayat (1) sesuai draf RKUHP yang dibuat pemerintah.

Pasal 2 ayat (1) menyatakan, Ketentuan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang‑undangan”.

Anggota Panja Sarifuddin Sudding mengatakan bahwa masyarakat Indonesia majemuk, yang mana suku dan adat istiadat menjadi bagian dari budaya. Itu sebabnya, tak dapat dipungkiri masih adanya hukum adat di tengah masyarakat.

Menurut Sudding, hukum pidana yang sedang dibahas harus mampu mengakomodir hukum adat yang masih hidup di tengah masyarakat. Oleh karena itu, perlu penambahan frasa ‘hukum adat’.

Dengan adanya kejelasan hukum adat dalam Pasal 2 ayat (1), akan memperjelas hukum yang hidup di tengah masyarakat. Namun, kata Sudding,  Pasal 2 ayat (1) otomatis mengeliminir Pasal 1 ayat (1). Dia mengusulkan Pasal 2 ayat (1) menjadi Pasal 1 ayat (3).

Anggota Panja lainnya, Ahmad Yani mengamini pendapat Sudding. Menurutnya, Pasal 2 ayat (1) di drop. Sebagaimana diketahui, dalam draf RKUHP yang dibuat pemerintah, Pasal 1 hanya memuat dua pasal. Yani mengatakan, Pasal 2 ayat (1) lebih relevan menjadi Pasal 1 ayat (3).

“Saya usul Pasal 2 ayat (1) itu dihilangkan, dijadikan Pasal 1 ayat (3). Tetapi ada penambahan hukum adat,” ujarnya.

Menanggapi usulan Sudding dan Yani, Dirjen HAM Kemenkumham Harkristuti Krisnowo mengatakan bahwa tidak mudah merumuskan hukum adat. Menurutnya, ketentuan Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi hidupnya hukum adat.

 “Hukum adat yang mana, yaitu yang masih berlaku dan dihormati masyarakat,” ujarnya.

Harkristuti mengatakan, ide rumusan RKUHP bersifat nasional. Makanya, hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat yang masuk dalam aturan delik adat secara terbatas. Dia berpendapat ketentuan dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) tidak mengurangi hukum adat sepanjang sesuai dengan yang terkandung dalam Pancasila dan nilai-nilai di masyarakat.

Ketua tim perumus RKUHP Profesor Muladi menambahkan, RKUHP dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat. Makanya, konflik yang terjadi di masyarakat harus diselesaikan sepanjang terpenuhinya kewajiban adat.

“Di sini hukum positif dan tidak ada bandingnya,” ujarnya.

Anggota Tim Perumus RKUHP Profesor TB Ronny Nitibaskara mengatakan bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, adat istiadat dan agama. Menurutnya, persoalan banyaknya hukum adat yang hidup di masyarakat tetap harus tunduk pada hukum positif. Bila terjadi konflik, maka cukup diserahkan ke hakim.

“Jika norma atau hukum kebudayaan dan diperluas seperti konflik Sampit, disinilah kemudian hakim yang bijaksana itu mempertimbangkan itu tadi.  Ada yang namanya relativitas budaya, baik di daerah satu baik, belum tentu baik di tempat lain.  Living law ini harus kita perhatian betul-betul,” ujarnya.

Usulan Sudding dan Yani akhirnya disepakati. Hukum adat masuk dalam rumusan pasal tersebut. Begitu pula Pasal 2 ayat (1) menjadi Pasal 1 ayat (3). Namun, rumusan pasal itu belum diketuk pimpinan Panja RKUHP Tjatur Sapto Edy, pertanda belum adanya persetujuan pemerintah dan DPR.

Dalam pembahasan pun masuh terjadi perdebatan. Rumusan yang ditawarkan pemerintah di Pasal 1 ayat (3) berbunyi, “ketentuan sebagaimana dimaksud  pada  ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum adat yang masih hidup dan dihormati oleh masyarakat hukum adat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana, walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangan  sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung Pancasila, UUD45 hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa”.

Sedangkan Sudding mengusulkan rumusan redaksional pasal tersebut menjadi lebih sederhana. Rumusan Pasal 1 ayat (3) yang diusulkan berbunyi, Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tidak mengurangi berlakunya hukum adat yang masih hidup dan dihormati oleh masyarakat hukum adat, sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945”.

Sidang pun ditunda, besok Kamis (13/2).
Tags:

Berita Terkait