Pemerintah Akui Belum Optimal Lindungi Pekerja
Berita

Pemerintah Akui Belum Optimal Lindungi Pekerja

Kuantitas dan kualitas petugas pengawas serta mediator ketenagakerjaan perlu ditingkatkan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Akui Belum Optimal Lindungi Pekerja
Hukumonline

Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan sistem perlindungan dan penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri belum optimal. Akibatnya, pekerja selalu menjadi korban. Misalnya, terbongkarnya kasus kerja paksa yang terjadi di perusahaan yang memproduksi panci di Tangerang, Banten.

Muhaimin cemas kasus itu hanya fenomena puncak gunung es, sehingga disinyalir masih banyak kasus serupa yang belum diketahui. Parahnya, ada anasir yang menunjukkan adanya kerjasama antara oknum aparat keamanan dengan perusahaan yang bersangkutan untuk melakukan tindakan yang tergolong melanggar hukum.

Muhaimin mengatakan Kemenakertrans terus meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas ketenagakerjaan. Seperti pengawas ketenagakerjaan, sampai saat ini Muhaimin mencatat jumlahnya masih jauh dari kebutuhan yaitu 1,404 petugas pengawas umum, 289 pengawas spesialis K3 dan 473 PPNS. Padahal, jika dalam waktu setahun pengawas mampu mengawasi 60 perusahaan, masih dibutuhkan lebih dari 3,700 pengawas baru tiap tahun. Sedangkan perusahaan yang tercatat jumlahnya mencapai 221.875 perusahaan.

“Maka kita terus dorong agar APBN dan APBD ditingkatkan untuk meningkatkan pengawas,” kata Muhaimin ketika memberi kuliah umum untuk calon petugas ketenagakerjaan baru di Pusdiklat Kemenakertrans Jakarta, Rabu (15/5).

Mengingat perlindungan terhadap pekerja tak lepas dari penempatan tenaga kerja, Muhaimin mengatakan perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan bidang pengantar, penciptaan dan penempatan kerja yang efektif. Muhaimin mengatakan sebelum reformasi, ketika kewenangan pemerintahan masih terpusat, berbagai hal itu tergolong mudah dikendalikan. Pasalnya, rentang kendali dan sistem yang ada perannya dimiliki secara dominan oleh pemerintah. Namun sekarang pengantar dan penempatan kerja berjalan mengikuti arus pasar.

Oleh karenanya, Muhaimin menekankan agar petugas pengantar kerja berinovasi untuk mengatasi masalah itu. Ia mencontohkan, dulu semua calon tenaga kerja dapat terpantau lewat kartu AK I atau dikenal kartu kuning. Tapi, karena derasnya arus pasar dalam merekrut tenaga kerja, sistem pengendalian kartu kuning itu seolah tak berfungsi. Pasalnya, saat ini tiap perusahaan cenderung bebas bergerak merekrut tenaga kerja secara langsung.

Akibatnya, pemerintah saat ini tak bisa memantau secara ketat dimana tenaga kerja bekerja. Sehingga kondisi kerja buruk yang menimpa pekerja di perusahaan penghasil panci di Tangerang itu tak terdeteksi. “Kasus di Tangerang itu kita tak tau asalnya para pekerja dari daerah dan provinsi mana,” urainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: