Pemerintah Harus Antisipasi MEA Terhadap Industri Ekstraktif
Berita

Pemerintah Harus Antisipasi MEA Terhadap Industri Ekstraktif

Harmonisasi kebijakan mineral masih sangat jarang.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: www.iesr.or.id
Foto: www.iesr.or.id
Industri ekstraktif memiliki peran penting terhadap Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Industri ekstraktif memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara bagi sebagian besar negara anggota ASEAN.

Di Indonesia saja, industri migas, kehutanan, perikanan, dan pertanian menyumbang hampir seperempat pendapatan negara. Bahkan, semua produk itu merupakan hampir setengah komoditas ekspor Indonesia. Industri migas menyumbang sekitar 60% pendapatan negara dari sektor sumber daya alam.

"Kita tahu bahwa sumber daya industri ekstraktif memiliki peran penting dalam ASEAN. Negara anggota ASEAN, sumber daya minerba memiliki kontribusi besar. Contohnya Malaysia pendapatan migasnya 50% masuk ke dalam penerimaan negara," kata Pengamat pertambangan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa di Jakarta, Jumat (28/11).

Melihat potensi besar industri ekstraktif sekaligus mengantisipasi pasar bebas ASEAN 2015, IESR meluncurkan Regional Framework on Extractive Industries Governance (Kerangka Kerja Tata Kelola Industri Eksktraktif di Regional). kerangka kerja ini dibentuk untuk mengatur tata kelola industri ekstraktif di ASEAN.

Menurut Fabby, kerangka kerja itu bisa dijadikan sarana untuk memastikan bahwa sumber daya industri ekstraktif dapat digunakan untuk memperbaiki pengembangan manusia. Selain itu, Fabby menambahkan, industri ekstraktif juga diharapkan bisa mendorong ekonomi yang adil, dan mempercepat hub ekonomi di ASEAN.

“Bukan hanya mengenai negara kita saja, tapi untuk ASEAN juga,” tambahnya.

Fabby mengungkapkan kerangka kerja yang dibuat merupakan upaya harmonisasi kebijakan di negara-negara ASEAN. Di dalamnya, kerangka kerja ini membahas mengenai legalitas dan korupsi. Namun, ada juga pembahasan mengenai tata kelola multidimensi dalam industri eksktraktif, khususnya industri pertambangan.

"Kerangka kerja ini merupakan usulan masyarakat sipil dari tata kelola industri, yang akan diharmonisasikan hingga ke lingkup ASEAN. Sebab, harmonisasi mengenai kebijakan mineral masih sangat jarang,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menyebut, kerangka kerja itu merupakan pemikiran organisasi masyarakat sipil yang menjadi saran bagi para pemerintah negara-negara di ASEAN. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat sipil memiliki pandangan tersendiri terkait bagaimana para pemerintah di kawasan Asia Tenggara ini dapat harmonisasikan kebijakan mineral ASEAN di masa yang akan datang. Terutaman, lanjutnya, ketika jadi satu kesatuan kawasan mulai tahun depan.

Peneliti Indonesian Parliamentary Center, Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus mengantisipasi kebijakan industri ekstraktif dalam menyongsong ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan. Ia menekankan pentingnya penguatan sistem desentralisasi agar pemerintah daerah bisa optimal mengelola sumber daya alam di daerahnya.

“UU Pemerintahan Daerah menjamin kewenangan yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengatur sendiri kebijakan dan keuangan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah pun mendapatkan kekuasaan dalam pembagian pajak maupun pendapatan lain dari sumber daya alam. Konstelasi politik dan ekonomi Indonesia pun secara signifikan berubah,” katanya.

Perubahan pola kewenangan pemerintah pusat dan daerah, kata Gita, membawa implikasi pula terhadap sektor sumber daya alam. Terutama, dalam industri ekstraktif yang memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas politik. Daerah yang sumber daya alamnya kaya, yang secara historis besar, dan lebih aktif akan mendapat keuntungan fiscal yang besar.

“Oleh karena itu, secara umum harus diantisipasi keluaran desentralisasi agar terjadi pemerataan distribusi pendapatan," ujarnya.

Selain itu, sambung Gita, efisiensi yang tinggi dan pelayanan yang baik tentu akan meningkatkan kompetisi pemerintah daerah untuk mencapai pendapatan daerah yang tinggi. Pemerintah pusat juga harus berpikir mengenai stabilitas politik dan partisipasi daerah yang besar terutama terhadap daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnya seperi Aceh, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Timur, dan Papua.
Tags:

Berita Terkait