Pemerintah Kebut Payung Hukum Dana Ketahanan Energi
Berita

Pemerintah Kebut Payung Hukum Dana Ketahanan Energi

Selain Peraturan Pemerintah, kemungkinan akan tebit pula Peraturan Menteri Keuangan sebagai payung hukum.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Di tengah wacana pengurangan energi fosil yang telah lama didengungkan, pemerintah mengambil kebijakan untuk memungut Dana Ketahananan Energi (DKE). Namun, pungutan tersebut justru menuai polemik. Masalahnya, banyak pihak menilai pemerintah mengambil langkah tanpa dasar hukum yang memadai.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Andang D. Bachtiar, menjelaskan bahwa sesungguhnya DKE telah memiliki dasar hukum. Mengutip pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, ia mengatakan DKE dimaksudkan untuk mendorong eksplorasi agar tingkat deplesi (depletion rate) cadangan bisa ditekan sedemikian rupa. Selain itu, DKE diarahkan pula untuk membangun prasarana cadangan strategis serta energi berkelanjutan, yakni energi baru dan terbarukan (EBT).

Andang mengatakan, DKE diatur dalam PP No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Ia mengatakan, di dalam PP No.79 Tahun 2014 ada klausul mengenai premi deplesi(pengurasan). Hal ini menurutnya, sesuai dengan penjelasan Menteri ESDM bahwa DKE untuk menjamin ketersediaan energi, termasuk energi terbarukan, pengambilannya dari energi fosil sebagai premi deplesi.

“Jadi keputusan tersebut sesuai amanat UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi beserta aturan pelaksanaannya, yakni PP No.79 Tahun 2014. Aturan itu mengamanatkan keharusan bagi pemerintah untuk menerapkan premi energi fosil untuk pengembangan energi baru terbarukan,” tuturnya, Senin (4/1).

Untuk diketahui, Pasal 27 PP No.79 Tahun 2014 memuat ketentuan tentang depletion premium tersebut. Namun, ketentuan itu hanya menyebut tentang penggunaan sumber dana dari energi tak terbarukan untuk mengembangkan riset energi baru dan terbarukan. Tak ada klausul lebih lanjut mengenai penerapan dana deplesi.

Terkait dengan hal itu, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan pemerintah akan menguraikan lebih detail tentang penerapan DKE melalui PP tersendiri. Ia menyebut, ketentuan dalam UU No.30 Tahun 2007 dan PP No.79 Tahun 2014 belum cukup untuk mendukung kebijakan ini. Saat ini, menurutnya PP DKE sedang digodok pembuatannya.

“Kita akan kejar agar PP mengenai DKE bisa segera terbit,” katanya.

Mengenai isi PP DKE, Sudirman menuturkan aturan itu akan mengatur detail penggunaan DKE yang tidak ditentukan di dalam UU No.30 Tahun 2007 maupun PP No.79 Tahun 2014. Pada intinya, ia menyebut nantinya PP DKE akan memperjelas mengenai tiga hal penting.

Pertama, ketentuan mengenai nominal pungutan DKE. Kedua, tentang mekanisme pemungutan maupun penggunaan DKE. Ketiga, menyangkut institusi mana saja yang bertanggung jawab atas DKE."Jadi PP-nya mengatur tiga hal, sumber dari mana, mungutnya gimana, penggunaannya sebanyak apa dan intitusinya gimana," ujarnya.

Sudirman mengatakan, institusi yang akan dilibatkan akan diputuskan berdasarkan situasi. Ia mengaku, hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan pihak-pihak tersebut. Menurutnya, hal itu harus dimusyawarahkan terlebih dahulu, misalnya dengan Kementerian Keuangan.

Oleh karena itu, Sudirman memproyeksikan nantinya selain PP DKE akan pula diterbitkan peyung hukum lain. Ia menyebut, kemungkinan Menteri Keuangan akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Hal ini berkaitan dengan pengaturan institusi yang akan mengelola DKE.

“Mungkin akan ada pembentukan badan khusus yang akan mengelola dana ketahanan energi," ucap dia.

Sudirman mengaku pihaknya sedang mengejar target agar PP DKE dan aturan lain yang menjadi payung hukum kebijakan itu bisa segera kelar. Ia mengatakan, kementerian terkait telah sepakat untuk merampungkan PP itu sebelum 5 Januari 2016. Sehingga, dana ketahanan energi sudah bisa dipungut berba rengan dengan penurunan harga BBM.

Namun, ia mengaku belum bisa memastikan apakah akan ada perubahan dari rencana penurunan harga bahan bakar minyak pada esok hari, tanggal 5 Januari, yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, pemerintah berencana untuk menurunkan harga Premium menjadi Rp7.150 per liter dari harga semula Rp7.300 per liter. Sedangkan harga Solar turun menjadi Rp5.950 per liter dari harga sebelumnya Rp6.700 per liter. Berbarengan dengan itu, pada awalnya pemerintah baerencana memungut dana untuk ketahanan energi sekitar Rp200 untuk Premium sehingga harganya menjadi Rp7.150. Sementara, pungutan untuk produk Solar sebesar Rp300 sehingga harga Solar turun menjadi Rp5.950 per liter.
Tags:

Berita Terkait