Pemerintah Nyatakan Siap Hadapi Aturan EU-RED II di WTO
Berita

Pemerintah Nyatakan Siap Hadapi Aturan EU-RED II di WTO

Rencana gugatan digulirkan pemerintah karena aturan tersebut ditengarai akan berdampak langsung pada industri kelapa sawit Indonesia.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

“Dampak kebijakan RED II dan DR terhadap kelapa sawit Indonesia yaitu menurunnya ekspor kelapa sawit ke negara-negara Eropa. Jika demikian, Indonesia akan kehilangan pasar penting untuk komoditas kelapa sawit dan terjadi penurunan permintaan yang berakibat harga komoditas turun, sehingga akan terjadinya ‘efek bola salju’ atas kebijakan UE,” jelas Sondang.

 

(Baca Juga: Pemerintah Berpotensi Bawa Kebijakan Sawit Uni Eropa ke WTO)

 

Melihat dampak dari RED II ini yang cukup serius bagi perkembangan industri kelapa sawit Indonesia itu, Sondang memaparkan beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah. Langkah-langkah tersebut yaitu melanjutkan riset mendalam mengenai ILUC sebagai dasar mengajukan gugatan ke WTO.

 

Kemudian, menganalisis secara mendalam kesesuaian peraturan RED II dan DR dengan ketentuan WTO, menyusun penilaian dampak ekonomi apabila terjadi phase-out biofuel sawit di EU pada 2021, memetakan pemain kunci terkait pihak pro dan kontra terhadap sawit, serta menyusun dan melakukan kampanye positif minyak sawit.

 

Untuk diketahui, masalah yang dihadapi Pemerintah Indonesia, juga dialami oleh Malaysia. Seperti dikutip dari Antara pertengahan Juli lalu, Malaysia akan mengajukan keluhan ke WTO sebelum November, untuk melawan langkah Uni Eropa menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar transportasi di blok tersebut.

 

“Terkait WTO, ya kami terus mengupayakan. Bahkan, berkas-berkasnya sudah berada di kantor jaksa agung sekarang. Mereka membantu kita mencari ahli yang dapat memperdebatkan kasus ini di WTO,” kata Menteri Industri Utama Malaysia, Teresa Kok.

 

Dia juga mengatakan, secara strategis, akan baik bagi Malaysia untuk mengajukan keluhan bersama dengan Indonesia. Sebelumnya, Komisi Eropa telah memutuskan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit dari energi terbarukan setelah menyimpulkan pembudidayaannya berujung pada deforestasi berlebihan.

 

Langkah tersebut membuat Malaysia melayangkan ancaman pada Uni Eropa, sementara Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan Uni Eropa berisiko membuka perang dagang dengan Malaysia karena kebijakan yang “sangat tidak adil” dengan tujuan mengurangi penggunaan minyak kelapa sawit.

 

Malaysia merupakan produsen dan pemasok minyak kelapa sawit terbesar ke-dua di dunia setelah Indonesia. Oleh karena itu, negara tersebut bergantung pada hasil panen untuk miliaran dolar dalam pendapatan devisa dan ratusan ribu pekerjaan. Namun, budidaya minyak kelapa sawit dianggap sebagai penyebab deforestasi yang luas, kepunahan keanekaragaman hayati dan perubahan iklim oleh kelompok-kelompok lingkungan. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait