Pemungut Retribusi Daerah Uji UU Pajak Daerah
Berita

Pemungut Retribusi Daerah Uji UU Pajak Daerah

Majelis panel mengkritik materi permohonan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pemungut retribusi daerah uji UU Pajak Daerah ke MK. Foto: Sgp
Pemungut retribusi daerah uji UU Pajak Daerah ke MK. Foto: Sgp

Petugas pemungut restribusi daerah Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat memohon pengujian Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah ke MK. Pemohon terdiri dari Mujirin M Yamin, Hasrat Kaimuddin, dan Andi Jalil Andi Laebbe yang bertugas di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Mamasa.

“Kerugian konstitusional para pemohon adalah tidak dapat menarik dan menikmati pajak air permukaan untuk kepentingan menambah pendapatan asli daerah Sulawesi Barat, berupa pajak dan retribusi daerah,” kata kuasa hukum pemohon, Muhammad Hatta dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di ruang sidang MK, Senin (15/10). 

Pasal 21 ayat (1) selengkapnya berbunyi, “Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.” Pasal 25 ayat (2), “Pajak Air Permukaan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada.”

Hatta menuturkan sebelum berlakunya UU No. 28 Tahun 2009, Kabupaten Mamasa mendapatkan pembagian pajak air permukaan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian dikuatkan dengan Perda No. 3 Tahun 2002.

“Setelah terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat dan berlakunya UU No. 28 Tahun 2009, Kabupaten Mamasa sudah tidak mendapatkan pembagian pajak air permukaan dari PLTA Bakaru karena lokasi PLTA Bakaru berada di daerah Kabupaten Pinrag Provinsi Sulawesi Selatan,” kata Hatta.

Menurutnya, UU No. 28 Tahun 2009 tidak mengatur pemilik sumber daya air sebelumnya mendapatkan pajak bagi hasil dan bagi hasil mengenai pajak air permukaan lintas provinsi ketika ada dua wilayah provinsi tempat dan sumber air berasal. Pajak bagi hasil hanya diberikan kepada daerah yang mengelola sumber daya air, artinya wilayah yang memiliki sumber air tidak mendapat bagi hasil. 

Dia menilai UU No. 28 Tahun 2009 ini tidak adil dan diskriminatif karena pemohon tidak dapat menikmati pembayaran pajak air permukaan. Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang frasa “pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan dimaknai juga sebagai sumber air atau lokasi asal air atau penambahan frasa penggunaan dalam pasal dimaksud.”

“Menyatakan Pasal 25 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang frasa yang terutang dipungut di wilayah tempat air berada dimaknai sebagai sumber air atau lokasi asal air atau penambahan sumber air berada,” kata Hatta. 

Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 94 UU No. 28 Tahun 2009 ditambahkan ayat yang mengatur tentang pembagian bagi hasil pajak air permukaan lintas provinsi.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel Muhammad Alim mempertanyakan kapasitas para pemohon memohon pengujian UU ini. “Ini kan masalah daerah, jadi seharusnya kepala daerahnya yang mengajukan ini karena wilayah mereka yang dirugikan,” kritik Alim.

Anggota Panel lainnya, Anwar Usman menilai permohonan ini masih membingungkan apakah minta dibatalkan atau minta konstitusional bersyarat. “Saudara harus mempertegas, sehingga tidak membingungkan apakah ingin membatalkan atau menafsirkan,” katanya.

Sementara Achmad Sodiki menegaskan bahwa petitum (tuntutan) permohonan yang meminta penambahan ayat bukanlah kewenangan MK. “MK tidak memiliki kewenangan untuk menambah ayat atau pasal dalam UU,” kata Sodiki mengingatkan.

Tags: