Pengadilan Dinilai Gagal Jadi Benteng Kebebasan Berekspresi atas Vonis Daniel Tangkilisan
Terbaru

Pengadilan Dinilai Gagal Jadi Benteng Kebebasan Berekspresi atas Vonis Daniel Tangkilisan

Elsam memberikan beberapa catatan.

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

Unsur kebencian menurut hakim, jelasnya, telah terbukti karena terjadi pro dan kontra di masyarakat Karimunjawa. Komentar terdakwa dianggap mengakibatkan kebencian karena terdapat sebagian kelompok masyarakat desa Kemujan dan desa Karimunjawa yang pro dan kontra terhadap tambak.

Padahal, lanjut Wahyudi, pro dan kontra terhadap tambak udang merupakan akibat langsung dari pencemaran yang dilakukan oleh industri ini, bukan akibat dari komentar Daniel Tangkilisan. Lebih lanjut, majelis menilai bahwa kemudian terdapat pro-kontra antara pendukung pariwisata dan pendukung tambak udang.

Ia menjelaskan hal tersebut didukung dengan bukti adanya 75 orang warga yang menandatangani laporan terhadap Daniel Tangkilisan atas komentarnya di media sosial. Dalam penelitian yang dilakukan Elsam di Karimunjawa, konflik kelas terjadi antara masyarakat pekerja tambak dan yang menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pariwisata. 75 orang warga yang disebut majelis hakim, dalam penelusuran ELSAM, merupakan masyarakat yang terafiliasi pada tambak udang. Oleh karena itu, adalah keliru jika hakim melihat ujaran “masyarakat otak udang” itu menyinggung masyarakat Karimunjawa secara keseluruhan, sebab yang tersinggung hanyalah pelaku industri tambak udang saja.

Wahyudi juga mengatakan adanya simplifikasi hakim terhadap makna dari frasa “masyarakat otak udang”. Majelis menilai bahwa sikap Daniel Tangkilisan yang tidak membalas komentar lainnya yangbertanya perihal “masyarakat otak udang”, membuat Daniel dianggap mengiyakan komentar lain yang menyebut bahwa “Sayangnya, warga karimunjawa dan kemujan sendiri kurang kompak untuk menolak tambak, padahal kerusakan akibat tambak sudah nyata”.

“Hakim melakukan simplifikasi bahwa masyarakat yang dimaksud Daniel Tangkilisan adalah masyarakat Karimunjawa. Menurut hakim, jika terdakwa tidak bermaksud demikian, seharusnya ia membalas pertanyaan tersebut bahwa masyarakat yang dimaksud adalah oknum-oknum pelaku industri tambak udang,” jelasnya.

Oleh sebab itu, kata dia, hakim menganggap pernyataan tersebut telah memenuhi unsur antar-golongan. Putusan MK Nomor 76/PUU-XV/2017 menyatakan istilah antar-golongan adalah semua entitas yang tidak terwakili atau terwadahi oleh istilah suku, agama dan ras. Putusan tersebut tetap menjadi multi-tafsir karena semua entitas yang tidak terwakili atau terwadahi tetap dapat ditafsirkan secara luas dan bermacam-macam.

Padahal semestinya, kata dia, entitas yang tidak terwakili tersebut dibatasi oleh elemen-elemen yang memungkinkan terjadinya diskriminasi terhadap golongan (bukan individu) tersebut, seperti kelompok minoritas seksual, minoritas agama, kelompok penyandang disabilitas. Keluasan tafsir itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh hakim untuk mengategorisasi ujaran Daniel Tangkilisan telah memenuhi unsur ujaran kebencian yang ditujukan pada antar golongan penduduk tertentu.

Tags:

Berita Terkait