Pengawasan Terintegrasi Persempit Ketimpangan Peraturan
Berita

Pengawasan Terintegrasi Persempit Ketimpangan Peraturan

OJK akan memberlakukan aturan yang sama bagi induk usaha dengan anak usahanya.

FAT
Bacaan 2 Menit
Pengawasan Terintegrasi Persempit Ketimpangan Peraturan
Hukumonline
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menggodok mekanisme pengawasan terintegrasi bagi konglomerasi industri keuangan. Kepala Departemen Pengawasan Perbankan III OJK, Agus Siregar, mengatakan salah satu tujuan dilakukannya pengawasan terintegrasi untuk mempersempit ketimpangan peraturan yang berlaku bagi perusahaan induk maupun anak usaha.

“Ada tiga hal tujuan pengawasan terintergasi, pertama, mempersempit regulatory arbitrust,” kata Agus dalam seminar bertema ‘Masa Depan Keuangan Grup’ di Jakarta, Senin (14/4).

Menurut Agus, diberlakukannya aturan yang sama antara perusahaan induk dengan anak usaha agar keduanya lebih mudah melakukan konsolidasi laporan keuangan anak usaha. Ia yakin pengawasan secara terintegrasi ini akan melengkapi pengawasan individual yang dilakukan OJK.

Kedua, keberadaan pengawasan terintegrasi bertujuan untuk menghilangkan blank spot area sehingga tak ada kegiatan yang tak dapat diawasi. Sedangkan tujuan yang ketiga, pengawasan terintegrasi dipercaya dapat mengkonsolidasikan semua informasi sebagai bahan mengukur risk management.

Ia mengatakan, pengawasan secara terintegrasi sangatlah sistemik. Atas dasar itu, di internal OJK sendiri pengawasan terintegrasi ini membutuhkan tiga bidang yaitu perbankan, pasar modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). “Makanya ada tiga dewan komisioner yang mengawasi,” katanya.

Hingga kini, lanjut Agus, terdapat 31 konglomerasi keuangan yang tercatat di OJK. Dari jumlah tersebut, ada beberapa di antaranya berkaitan dengan asing. Meski begitu, ia mengatakan angka tersebut sewaktu-waktu masih dapat berubah. “Jika ada akuisisi,” katanya.

Menurutnya, OJK tengah mempersiapkan infrastruktur yang berkaitan dengan pengawasan terintegrasi. Salah satu infrastrukturnya adalah Peraturan OJK (POJK) yang berkaitan dengan konglomerasi. Menurutnya, POJK terkait dengan konglomerasi ini akan terbit pada akhir tahun 2014.

Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, pengawasan terintegrasi diperlukan akibat munculnya produk-produk campuran antara sektor perbankan dengan sektor lain, seperti pasar modal atau IKNB. Ia berharap, selaku otoritas, OJK dapat melakukan pengawasan yang terintegrasi secara baik, efektif dan efisien.

“Domain OJK untuk mengawasi. Ke depan tidak ada lagi muncul kasus investasi bodong,” kata Ryan.

Sejalan dengan itu, lanjut Ryan, good corporate governance tiap industri keuangan yang masuk kategori konglomerasi baik induk usaha maupun anak usahanya harus berjalan baik. Bahkan, bila perlu terdapat financial center yang melayani segala kebutuhan konsumen terkait dengan konglomerasi tersebut.

“Strategi kita capture konsumen agar tetap loyal sama kita, dan dinikmati semua pihak. Oleh karena itu perlu dipikirkan OJK, pembentukan financial center atau financial supermarket,” tutur Ryan.

Ia mengatakan, pengawasan terintegrasi dapat membantu pemerintah dalam mengembangkan perekonomian, terlebih lagi dengan masuknya masyarakat ekonomi ASEAN. Hal ini dikarenakan dengan pengawasan konglomerasi secara terintegrasi tersebut menguntungkan masyarakat dalam memudahkan dan memberikan tawaran produk secara lengkap sehingga efisien dan harga yang lebih rendah.

Ekonom Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan, tahun 2020 kelas menengah di Indonesia akan meningkat. Peningkatan ini akan memperbanyak investasi jika dibandingkan dengan konsumsi. Atas dasar itu, ke depan semakin diperlukan banyaknya produk-produk keuangan. “Cocok OJK untuk mengawasi konglomerasi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait