Penguatan Isu HAM Harus Lewat Peraturan Perundang-Undangan
Berita

Penguatan Isu HAM Harus Lewat Peraturan Perundang-Undangan

Komnas HAM siap memberi masukan ke DPR atau pemerintah dalam kaitannya penegakan HAM. Termasuk mengembangkan kebijakan regulasi yang mendorong dan mengawasi kegiatan investasi dalam bidang apapun yang berhubungan dengan penghormatan HAM.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan: Amirudin (anggota), Beka Ulung Hapsara (anggota), Ahmad Taufan Damanik (ketua), dan Munafrizal Manan (anggota) saat memberikan keterangan pers di Gedung Komnas HAM Jakarta, Senin (22/1). Foto: RFQ
Dari kiri ke kanan: Amirudin (anggota), Beka Ulung Hapsara (anggota), Ahmad Taufan Damanik (ketua), dan Munafrizal Manan (anggota) saat memberikan keterangan pers di Gedung Komnas HAM Jakarta, Senin (22/1). Foto: RFQ

Tantangan dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) di tahun 2018, yang dicanangkan sebagai tahun politik, nampaknya kian berat. Demokrasi di tahun politik bakal diwarnai   berbagai permasalahan yang berdampak terjadinya pelanggaran (HAM). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di tahun politik 2018 hingga 2019.

 

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menuturkan besarnya pengaduan masyarakat terkait pelanggaran HAM membuktikan ada kepercayaan publik terhadap lembaganya. Meski penanganan pengaduan telah diupayakan maksimal, namun masih terdapat yang belum tertangani hingga tuntas. Berdasarkan data tipologi, pengaduan terbanyak ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM terkait kinerja Polri. 

 

Ia merinci, tindakan yang banyak diadukan masyarakat dan patut diberikan perhatian. Pertama, lambatnya penanganan laporan polisi atas perkara sebanyak 398 aduan. Kedua, upaya paksa kepolisian yang dilakukan secara sewenang-wenang sebanyak 44 aduan, meliputi penangkapan, penahanan, dan penggeledahan secara sewenang-wenang.

 

Ketiga,  tindakan kekerasan yang diduga dilakukan anggota Polri secara verbal maupun nonverbal sebanyak 39 aduan. Keempat, tindakan kriminalisasi sebanyak 36 aduan. Kelima, tindakan penyiksaan sebanyak 17 aduan.

 

“Berdasarkan sejumlah pengaduan tersebut, sepanjang 2017 belum mengalami kemajuan dalam penyelesaian sejumlah aduan publik,” ujar Taufan saat memberi keterangan pers di Gedung Komnas HAM, Senin (22/1/2018). Baca Juga: Isu HAM Belum Prioritas, Tantangan Penyelesaiannya Makin Berat

 

Namun, baginya yang terpenting, peluang dalam mendukung proses pemajuan, perlindungan, dan penegakan pemenuhan HAM antara lain penguatan peraturan perundang-undangan di bidang HAM. Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara itu meminta pemerintah untuk lebih serus memperhatikan upaya pemajuan perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM melalui berbagai instrumen peraturan perundang-undangan.

 

“Misalnya, memasukan isu HAM dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJM). Termasuk berbagai produk peraturan perundang-undangan di bidang HAM baik Undang-Undang sektoral maupun UU pengesahan dari berbaga instrumen hukum internasional,” harapnya.

 

Meski selama 2017 terdapat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disahkan menjadi UU terkait dengan HAM. Antara lain UU No. 18 Tahun  2017 tetang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU No. 12 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Asean Menentang Perdagangan Orang. “Terutama  perempuan dan anak,” ujarnya.

 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara berpendapat lembaganya berharap instrumen HAM menjadi perspektif semua peraturan dan perundang-undangan serta kebijakan pemerintah. Namun yang menjadi permasalahan bagi Komnas HAM yakni soal kewenangan lembaganya yang terbatas.

 

“Dan itu yang sedang kita upayakan terlebih dahulu masuk dalam Prolegnas prioritas. Karena dua tahun yang lalu masuk Prolegnas, kemudian tahun kemarin itu tidak masuk. Ini yang mau kita usahakan di 2019 dengan waktu yang sangat mepet,” ujarnya.

 

Kemudian, kata Beka, DPR di periode berikutnya memastikan adanya pembahasan Revisi UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dimana dalam setiap pembahasan RUU  Komnas HAM dimintakan pandangan dan masukan, khususnya terkait pemenuhan hak asasi manusia.

 

“Intinya, kami siap untuk memberi masukan ke DPR atau pemerintah dalam kaitannya penegakan HAM. Termasuk mengembangkan kebijakan regulasi yang mendorong dan mengawasi kegiatan investasi dalam bidang apapun yang berhubungan dengan penghormatan HAM,” harapnya.

 

Upaya penegakan HAM

Dalam kesempatan ini, Damanik sudah memproyeksikan harapan dan peluang di tahun politik. Pertama, dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di 2018. Sebab bakal terjadi berbagai benturan dan pelanggaran HAM. Misalnya berbagai ujaran kebencian dan berita hoax bakal menghiasi pelaksanaan Pilkada Serentak seluruh Indonesia. Kemudian, kata Damanik, memastikan para pemilih makin teredukasi dan tak silau oleh permainan politik uang, serta isu SARA.

 

Kedua, menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Publik memang seringkali mendesak sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang tak kunjung rampung di Komnas HAM. Berdasarkan data Komnas HAM. Setidaknya di 2017 terdapat 9 peristiwa pelanggaran HAM berat. “Hasil penyelidikannya telah diselesaikan Komnas HAM dan diserahkan kepada Jaksa Agung,” kata dia..

 

Yakni, peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talangsari 1989,  penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti-Semanggi I dan II. Kemudian, peristiwa Wasior-Wamena 2003, Jambu keupok di Aceh 2003 dan Simpang KKA di Aceh 1999. Sayangnya, hasil penyelidikan Komnas HAM belum ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.

 

“Namun Komnas HAM akan melakukan upaya agar ada jalan penyelesaian berbagai peristiwa dimaksud melalui jalur yudisial maupun non yudisial,” harapnya.

 

Ketiga, terhadap kasus-kasus sengketa agraria terutama tingginya konflik agraria di sektor pembangunan infrastruktur lantaran maraknya pembangunan yang menjadi prioritas pemerintahan Joko Widodo. Mulai tol, bandara hingga pembangkit listrik tenaga uap. Menurutnya, konflik agraria dapat dicegah bila rencana pembangunan infrastruktur dilakukan dengan menghormati HAM terkait ganti rugi yang adil dan layak termasuk menghormati hak masyarakat adat setempat (hak ulayat) atas tanah dan sumber daya alam.

Tags:

Berita Terkait