Permendagri Wajib Kantongi SKP Akhirnya Dicabut
Berita

Permendagri Wajib Kantongi SKP Akhirnya Dicabut

Kemendagri akan merevisi Permendagri No. 3 Tahun 2018 ini dengan meminta masukan dari akademisi, lembaga penelitian, peneliti, DPR, dan lembaga terkait.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, Permendagri No. 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian ini menuai kritik dari sejumlah kalangan. Sebab, siapapun baik perorangan warga negara Indonesia maupun yang tergabung dalam lembaga pendidikan, badan usaha, ormas yang hendak melakukan penelitian (riset) wajib mengantongi Surat Keterangan Penelitian (SKP) dari Kemendagri atau kepala daerah.  

 

Beleid ini menggantikan aturan sebelumnya yakni Permendagri No. 7 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permendagri No. 64 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan Rekomendasi Penelitian, yang tidak mewajibkan penerbitan SKP.  

 

Hal terpenting, Permendagri No. 3 Tahun 2018  terkait wajib pengajuan SKP ini dinilai berpotensi melanggar konstitusi terkait hak warga negara mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; memperoleh manfaat dari ilmu pengetahunan; mengembangkan diri dan memperoleh informasi seperti diatur Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28F UUD Tahun 1945.

 

Selain itu, Permendagri ini dinilai semakin memperumit proses birokrasi karena prosesnya semakin panjang. Misalnya, dalam Pasal 6 diatur jika penelitian lingkup nasional atau lebih dari dua provinsi, izin di tangan Mendagri melalui Unit Layanan Administrasi. Jika lingkup riset provinsi, yang berwenang menerbitkan SKP adalah gubernur melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) provinsi.

 

Sedangkan, jika lingkup riset kabupaten/kota, izin berada di Bupati/Wali Kota melalui Dinas PTSP. Bahkan, pengajuan permohonan SKP bagi peneliti perseorangan harus berurusan dengan lurah/kepala desa setempat. Belum lagi, jika riset dinilai "menimbulkan dampak negatif", tim penilai (verifikasi) akan memberi rekomendasi penolakan penerbitan SKP yang diajukan pemohon tanpa proses keberatan.

 

Di Pasal 15, dijelaskan selain menimbulkan dampak negatif, SKP bisa tidak diterbitkan karena peneliti tidak mematuhi norma atau adat istiadat, dan kegiatannya meresahkan masyarakat, disintegrasi bangsa atau keutuhan NKRI. Sementara definisi dampak negatif ini tidak dijelaskan dalam Permendagri ini.

Tags:

Berita Terkait