Pimpinan KPK: UU KPK Masih Relevan
Berita

Pimpinan KPK: UU KPK Masih Relevan

Perseteruan antara KPK dan Polri yang beberapa kali terjadi menjadi salah satu alasan UU KPK harus segera direvisi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Zulkarnain. Foto: SGP
Wakil Ketua KPK Zulkarnain. Foto: SGP
Masuknya UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dilakukan revisi dalam Program Legislasi (Prolegnas) 2015-2019 mendapat perhatian publik. Namun, Wakil Ketua KPK Zulkarnain bependapat UU KPK masih relevan untuk diterapkan dalam pemberantasan korupsi.

“Menurut saya kan masih bagus. Ngapain kita boros-boros biaya dan tenaga (untuk melakukan pembahasan, red),” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (10/2).

Zulkarnain berpandangan, sebuah UU dapat berjalan dengan baik sepanjang dijalankan oleh orang yang berintegritas. Menurutnya, dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemberantasan korupsi dan pencegahan, KPK telah bersinergi dengan berbagai kementerian, lembaga pusat, dan daerah dengan hasil yang cukup bagus.

“Ternyata dari hasil-hasil yang kita lakukan bisa diuji dan diaudit kinerja kita. Audit kita laporkan untuk akuntabilitas, audit keuangan kita terukur,” ujarnya.

Ia mencatat fungsi pencegahan sudah tertuang gamblang dalam UU KPK. Selain itu, aturan pencegahan dijabarkan KPK dalam bentuk tindakan perbaikan sistem agar tidak berpotensi terjadinya korupsi. Terkait dengan pelayanan publik, KPK melakukan pengkajian dan penelitian. Dengan begitu, KPK ke depan dapat melakukan rencana bersama dengan sejumlah lembaga berdasarkan hasil temuan penelitian dan kajian.

Terkait pemilihan komisioner KPK, Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur itu mengatakan, sejauh ini poses pemilihannya sudah berjalan dengan baik. Misalnya, pemilihan calon komisoner dilakukan selama 6 bulan oleh pansel hingga bermuara di Komisi III.

“Jadi saya pikir rekam jejak, prestasi dan lain-lain sudah cukup detail di sana. Posisi kepercayaan publik langkah awal dan sudah tertanam yang dilakukan oleh Pansel dan Komisi III,,” ujarnya.

Kendati demikian, meski sudah masuk Prolegnas, perlu ada perbaikan dalam hal imunitas bagi pimpinan KPK agar tidak terjadi kriminalisasi sebagaimana yang dialami Bambang Widjojanto, Abraham Samad. Malahan, Adnan Pandupradja dan dirinya pun dilaporkan oleh sekompok masyarakat ke Bareskrim. Ia berpandangan, dengan adanya imunitas bagi pimpinan KPK, setidaknya menjadi benteng agar tak ada rekayasa kasus yang di munculkan di kemudian hari.

“Cuma yang menurut saya perlu, imunitas terhadap kriminalisasi, itu yang perlu. Sebab kalau dengan kriminalisasi hal-hal yang tdiak ada bisa diada-adakan dengan rekayasa-rekayasa. Penegakan hukum kita kan tidak demikian, tetapi berdasarkan kebenaran dan keadilan yang obyektif dari aspek yuridis formal yang berkeadilan, saya pikir itu,” ujarnya.

Berbeda dengan UU KPK, Zulkarnain menilai masuknya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor ke Prolegnas 2015 adalah tepat. Menurutnya, amandemen terhadap UU Pemberantasan Tipikor perlu dilakukan dari segi ancaman hukuman. “Penyesuaian itu bisa diakomodir dalam UU Tipikor, termasuk UU Perampasan Aset kan belum ada,” ujarnya.

Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo mempersilakan pandangan Zulkarnain yang menilai UU KPK masih relevan. Menurutnya, hal yang wajar ketika KPK mempertahankan haknya sebagaimana tertuang dalam UU KPK. Dia mengatakan, usulan revisi lebih disebabkan karena KUHP dan KUHAP akan direvisi. Sebagai rujukan dalam beracara, KUHAP menjadi pintu masuk dalam rangka integrated criminal justice system antar lembaga penegak hukum.

Firman berpandangan, jika nantinya KUHAP maupun KUHP rampung direvisi, lembaga penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan KPK mesti mengikuti dengan melakukan perubahan dalam UU mereka. Dengan begitu, antar lembaga penegak hukum akan mengisi satu sama lain dalam rangka bersinergi.

“Bukan yang kuat menindas yang lemah (antar lembaga, red), tapi kesetaraan. MakanyaUU KPK tidak bisa berdiri sendiri, tapi UU Kepolisian, Kejaksaan dan TNI akan direvisi,” ujar politisi Golkar itu.

Anggota Baleg, Masinton Pasaribu menambahkan revisi terhadap UU KPK mesti segera dilakukan sebagai respon adanya perseteruan antara KPK dan Polri yang beberapa kali terjadi. Menurutnya, hal itu membuktikan adanya kekurangan dalam sistem. Selain memperkuat KPK, DPR akan memperkuat Kepolisian dan Kejaksaan dengan melakukan revisi UU lembaga penegak hukum.

“Supaya bersinergi antar penegak hukum dalam kerja penegakan hukum dan memberantas kejahatan pidana khusus seperti korupsi, dan tidak saling konflik,” ujarnya.

Anggota Komisi III itu meminta agar masyarakat tidak menaruh curiga terhadap DPR yang akan melakukan revisi UU KPK. Sebaliknya, masyarakat harus mengawasi pembahasan agar penguatan terhadap lembaga anti rasuah dapat diketahui dengan tertuang di pasal-pasal revisi UU KPK.

Ia juga menyarankan agar pegiat anti korupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) diundang untuk memberi masukan dalam rangka pembahasan revisi UU KPK. “Kita minta pembuatan UU keinginan masyarakat, jangan DPR saja, emndengar aspirasi masyarakat. (ICW, red) harus diundang, juga banyak lembaga diundang agar UU memenuhi unsur fikosofi, yuridis dan sosiologis,” pungkas politisi PDIP itu.
Tags:

Berita Terkait