Pro Kontra Akuisisi Danamon oleh DBS
Berita

Pro Kontra Akuisisi Danamon oleh DBS

Revisi UU tentang Perbankan dinilai mendesak.

fnh/yoz
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azar Azis katakan rencana DBS Group Holdings membeli Danamon sesuai UU. Foto: Sgp
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azar Azis katakan rencana DBS Group Holdings membeli Danamon sesuai UU. Foto: Sgp

Berbagai kalangan menanggapi rencana pembelian 67,37 persen saham PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. oleh DBS Group Holdings. Pasalnya, baru beberapa waktu lalu komisi keuangan dan perbankan DPR meminta Bank Indonesia (BI) menerapkan azas kesetaraan (resiprokal). Hal ini terkait sulitnya bank-bank lokal untuk membuka cabang di luar negeri.

Wakil Ketua Komisi XI Harry Azar Azis mengatakan, rencana DBS Group Holdings membeli Danamon memang tidak bertentangan dengan sistem perundang-undangan yang ada. Artinya, asing masih dibolehkan memiliki saham bank sampai 99 persen. Hal ini sesuai PP No. 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum.

“Pembelian Danamon oleh DBS Singapura menjadi pemicu kami di DPR untuk merevisi undang-undang perbankan, terutama terkait kepemilikan saham,” ujarnya.  

Harry mengatakan, revisi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2012. Dalam revisi UU tersebut, DPR berencana membatasi kepemilikan asing di bank nasional. Kemudian, akan diatur mengenai batas waktu kapan divestasi saham bisa dilakukan. Regulasi resiprokal juga akan tertuang di dalamnya.

Hal yang sama dikatakan pengamat ekonomi, Aviliani. Menurutnya, kepemilikan asing di perbankan nasional sebenarnya telah diatur dalam UU Perbankan yang terbit pada 1998. Saat itu, kondisi keuangan di Indonesia sangat buruk yang ditandai dengan banyaknya dana yang keluar. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah berpikir menarik investasi asing di sektor perbankan.

Aviliani tak mempermasalahkan kepemilikan asing di perbankan nasional. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah komitmen jangka panjang dari masuknya investor asing tersebut. “Jangan sampai asing membeli hanya untuk menaikkan harga saham, tapi ketika saham jatuh mereka tinggalkan. Itu yang harus dijaga,” katanya.

Menurut Aviliani, selama ini banyak bank-bank kecil dalam negeri yang dibeli asing, mengingat kondisi pasar yang relatif besar. Meski tak mempersoalkan kepemilikan itu, ia berharap ada regulasi yang tegas untuk mengatur hal itu. Setidaknya, pemerintah bisa bernegosiasi soal resiprokal.    

Halaman Selanjutnya:
Tags: