Problematika Poligami Tanpa Izin  
Hukum Perkawinan Kontemporer

Problematika Poligami Tanpa Izin  

Sejumlah masalah bisa timbul akibat poligami tanpa izin seperti keabsahan perkawinan, gugatan pembatalan perkawinan, perceraian, pembagian harta gono gini, hak waris jika suaminya meninggal, bahkan bisa berujung pidana.    

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Melihat dari kasus tersebut, ia berpesan apabila ingin berpoligami hendaknya izin dari istri/istri-istri terlebih dahulu. "Ekses jangka panjang ini, jika ditinggal mati suaminya bukan cuma harta gono gini yang didapat setelah nikah, tapi juga harta waris. Belum lagi tentang pencatatan sipil anak dan hartanya, poligami tersembunyi rugikan banyak pihak," ungkap Mustolih. Baca Juga: Lima Hal Krusial dalam Revisi UU Perkawinan

 

Penyebab perceraian

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Veni Siregar berpendapat poligami, apalagi dilakukan tanpa izin merupakan salah satu penyebab perceraian. Ia bahkan menyebut poligami tanpa izin merupakan perbuatan zina.  "Itu zina dengan dalih nikah siri, selain itu ada KDRT, jadinya mereka memilih untuk bercerai," ujar Veni kepada Hukumonline.

 

Menurut Veni, hukum di Indonesia yang berkaitan dengan hak perempuan masih cukup lemah, sehingga pihak perempuan kerap menjadi korban. Termasuk salah satunya, kata Veni, berkaitan dengan praktik poligami, apalagi tanpa izin dari istri/istri-istri. Salah satu efek negatif dari perceraian akibat poligami yaitu mengenai terganggunya kehidupan anak. Meski pengadilan sering memenangkan pihak istri dalam hal hak asuh anak dan membebankan kepada suami atau mantan suami nafkah bagi anak-anaknya.

 

"Dalam praktiknya putusan pengadilan tidak bisa dieksekusi, misalnya suami abai memberi nafkah, paling masuknya faktor ekonomi," terangnya.

 

Putusan pengadilan lain yang mungkin diingat yaitu uji materi yang diajukan Aisyah Mochtar atau yang lebih dikenal dengan nama Machica Mochtar. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonannya atas uji materi Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada 17 Februari 2012 silam. Baca Juga: Anak Luar Nikah Juga Urusan Bapak Biologis

 

Dalam amar putusan MK itu, Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karenanya, pasal itu harus dibaca, “anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”

 

"Putusan MK itu tentang kasus Machica Mochtar. Walaupun anak luar kawin (kawin siri) memiliki hubungan dengan ayah biologisnya bisa dikasih nafkah, tetapi eksekusinya kan susah," kata Veni.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait