“Kita harus terlibat karena kita akan terikat,” demikian tagline yang dilontarkan Eryanto Nugroho ketika memaparkan hasil pematauan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) terhadap proses legislasi di DPR, dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (28/4).
Melalui tagline itu, Ery –begitu ia biasa disapa- ingin menekankan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses legislasi mutlak diperlukan karena pada akhirnya sebuah legislasi akan mengikat setiap warga negara.
“Jadi kita harus concern daripada nanti kita dirugikan,” Direktur Eksekutif PSHK ini kembali menegaskan. Partisipasi masyarakat, itulah variabel yang dinilai PSHK masih minim dalam rangkaian proses legislasi di DPR. Dampaknya, kata Ery, kualitas produk legislasi yang dihasilkan pun memperihatinkan. Kondisi ini terjadi karena perencanaan legislasi di DPR yang tergambar dalam program legislasi nasional (prolegnas), memang masih lemah.
PSHK mengkritik perencanaan legislasi DPR yang selalu saja meleset dari target. Berdasarkan catatan PSHK, kata Ery, DPR selalu gagal memenuhi target yang mereka tetapkan. Tahun 2005, misalnya, DPR menargetkan 55 RUU tetapi yang berhasil dirampungkan hanya 14. Tahun lalu pun kisahnya sama. Pasang target 76 RUU, tetapi yang menjadi undang-undang hanya 39.
Pemenuhan Target Legislasi DPR 2005-2009
Tahun | Target RUU | RUU Selesai |
2005 | 55 | 14 |
2006 | 76 | 39 |
2007 | 78 | 40 |
2008 | 81 | 61 |
2009 | 76 | 39 |
Sumber: Data PSHK
“Tidak jarang, RUU yang diselesaikan pun hanya RUU pemekaran wilayah, yang dari segi substansi sebenarnya tidak terlalu sulit,” ujar Ery. Belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, ia berharap DPR menetapkan target yang realistis dan sesuai kebutuhan yang ada.