Pelindo Dinilai Langgar Mandat UU Pelayaran
Berita

Pelindo Dinilai Langgar Mandat UU Pelayaran

Pasal 90 ayat (3) huruf g UU Pelayaran seharusnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat.

ASh
Bacaan 2 Menit
Pelindo dinilai lakukan jasa bongkar muat yang tidak sesuai<br> dengan mandat UU pelayaran. Foto: Ilustrasi (SGP)
Pelindo dinilai lakukan jasa bongkar muat yang tidak sesuai<br> dengan mandat UU pelayaran. Foto: Ilustrasi (SGP)

UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran telah memberikan mandat baik kepada Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) maupun PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). “Mandatnya PT Pelindo sebagai badan usaha jasa kepelabuhanan, sementara APBMI mandatnya melaksanakan jasa angkutan di perairan,” kata Dosen Fakultas Hukum Unika Atmajaya Tommy Hendra Purwoko saat memberi keterangan sebagai ahli dalam perkara pengujian UU Pelayaran di MK, Rabu (22/6). 

 

Namun, ia menilai PT Pelindo (BUMN) telah melakukan usaha jasa bongkar muat yang tidak sesuai dengan mandat yang diatur dalam Pasal 91 ayat (1) jo Pasal 1 UU Pelayaran. Ia mengatakan mandat PT Pelindo sesuai pasal itu adalah penyediaan jasa kepelabuhanan yang mencakup jasa kegiatan pemerintahan dan pengusahaan untuk menunjang kelancaran, keamanan, ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan barang. Selain itu, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau antar moda.

 

“Termasuk juga yang terkait jasa kepelabuhanan yakni pengusahaan terminal, tempat kapal bersandar, tempat menunggu naik-turun penumpang, dan tempat bongkar muat barang, tetapi bukan pelaksanaan jasa bongkar muat barang,” katanya.

 

Menurutnya, mandat PT Pelindo dalam UU Pelayaran itu tidak mencakup pengusahaan jasa bongkar muat barang yang terkait jasa angkutan perairan yang merupakan mandat dari APBMI. “UU Pelayaran ini sudah jelas mandat masing-masing,” tegasnya.

 

Ia berpendapat SE Menteri Perhubungan No 6 Tahun 2002 yang memasukkan segmen usaha bongkar muat PT Pelindo, terkesan dipaksakan. “Pelaksanaan dari UU Pelayaran dapat dikatakan berkarakter otoriter dan menindas,” ujarnya.                 

 

Karena itu, seharusnya Pasal 90 ayat (3) huruf g UU Pelayaran dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. “Jika dilihat Pasal 90 ayat (3) huruf g seharusnya ditafsirkan sebagai penyediaan jasa atau pelayanan jasa fasilitasi untuk memperlancar kegiatan bongkar muat barang.”     

 

Pasal 90 ayat (3) huruf g berbunyi "Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: (g). Penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang."

Tags: