Ratusan Industri Kayu Belum Miliki SLVK
Berita

Ratusan Industri Kayu Belum Miliki SLVK

Jelang setahun pemberlakuan standar yang diterapkan Uni Eropa untuk menerima produk kayu dari luar kawasan itu.

Inu
Bacaan 2 Menit
Kasubdit Penilaian Kinerja dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut, Maidiward (kanan), Ketua KADIN, Suryo Bambang Sulistio (tengah) serta Dubes UE untuk Indonesia Julian Wilson (kiri). Foto: Sgp
Kasubdit Penilaian Kinerja dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut, Maidiward (kanan), Ketua KADIN, Suryo Bambang Sulistio (tengah) serta Dubes UE untuk Indonesia Julian Wilson (kiri). Foto: Sgp

Tersisa setahun saja buat negara eksportir kayu menerapkan industri berbasis kayu menerapkan verifikasi kayu. Hal itu harus dilakukan jika produk kayu asal Indonesia dapat diterima pasar Uni Eropa.

Seperti diketahui, Maret 2013, Uni Eropa akan menerapkan EU Timber Regulations (Peraturan Kayu UE). Guna memenuhi ketentuan itu, pemerintah Indonesia dan Uni Eropa menyepakati perjanjian kemitraan sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) tentang perdagangan kayu legal pada Mei 2011. Pihak Indonesia diwakili Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan pihak UE diwakili Komisioner Perdagangan, Karel De Gucht.

Peraturan Kayu UE menyatakan, bahwa negara-negara anggota UE hanya mengakui produk-produk kehutanan dari negara-negara yang menandatangani VPA secara otomatis dianggap sebagai produk legal. Namun, agar dianggap legal, maka setiap negara menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yaitu sertifikasi bagi produk-produk kayu yang menggunakan kayu legal.

Menurut data Kementerian Kehutanan, jumlah industri kayu primer di Indonesia sekarang mencapai kisaran 500 perusahaan. Namun dari jumlah tersebut, baru sekira 210 industri yang sudah memiliki SVLK.

Oleh sebab itu, UE mengingatkan pihak Indonesia untuk memperhatikan tenggat waktu dari pemberlakuan Peraturan Kayu UE. “Bukan maksud untuk membuat banyak orang takut, tapi ini penting diperhatikan,” tutur Duta Besar UE untuk Indonesia Julian Wilson di Jakarta, Rabu (21/3).

Peraturan di UE itu sejalan dengan permintaan pemerintah Indonesia ke negara-negara konsumen agar tidak membeli produk ilegal. Peraturan baru itu juga melarang perdagangan produk kayu ilegal. Selain itu, importir kayu di UE diharuskan melakukan uji tuntas ‘due dilligence’ guna meminimalkan risiko pembelian produk kayu ilegal.

Julian meyakini, VPA akan memperbaiki persepsi pasar UE terhadap produk-produk kayu asal Indonesia. Sedangkan bagi Indonesia, dengan segera berlakunya UE Timber Regulations, para produsen kayu di dalam negeri dapat memiliki kompetitif dari produsen-produsen negara lain yang bukan anggota VPA.

Dia mengingatkan implementasi SVLK di Indonesia adalah prasyarat penting dari penerapan VPA. Serta, lanjutnya lagi, adalah hal yang krusial bagi pihak Indonesia untuk memastikan sistem tersebut kredibel.

Jika semua terpenuhi, lanjutnya, ada peluang pangsa pasar kayu Indonesia di UE makin besar. Saat ini, lanjutnya, pangsa pasar Indonesia sekira 10 persen, sedangkan konsumsi kayu UE mencapai 25 persen dari produk dunia.

Ketua Kamar Dagang Indonesia, Suryo Bambang Sulistio juga mengingatkan sudah mendesak bagi pemerintah dan industri kayu untuk mempercepat SVLK.

Sekarang ini, menurut catatannya, nilai ekspor kayu Indonesia ke UE mencapai AS$1.2 miliar. Hal itu menunjukkan bisnis Indonesia di pasar dunia berkembang menjadi lebih kompetitif, terutama bisnis yang terkait sektor kehutanan. “Seperti produk pulp and paper dan sawit,” begitu Suryo mencontohkan.

Agar nilai kompetitif produk asal Indonesia tetap terjaga, Suryo menyarankan untuk memahami kerangka legal yang disyaratkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Semisal ketentuan mengenai pola penataan impor kayu, dia menyarankan perlu ada percepatan negosiasi guna memenuhi ketentuan tersebut.

Kementerian Kehutanan menyatakan SVLK hanya modifikasi dari peraturan mengenai verifikasi kayu sebelumnya. Hal itu dijelaskan Kasubdit Penilaian Kinerja dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan, Maidiward dengan menunjuk Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/MENHUT-II/2009.

“Bukan hal baru, tapi terus kami upayakan untuk memenuhi standar verifikasi kayu,” paparnya.

Bahkan, lanjutnya, pihaknya sudah menyiapkan sanksi administratif bagi industri kayu yang tak memenuhi ketentuan. Seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/MENHUT-II/2009.

Tags: