Revisi UUMA, Bukan Semata Persoalan Usia Pensiun
Fokus

Revisi UUMA, Bukan Semata Persoalan Usia Pensiun

Keputusan Presiden yang memberhentikan Bagir Manan secara hormat akhirnya turun juga. Berdasarkan Keppres No. 87/P Tahun 2008 itu, hak pensiun Bagir diberikan terhitung mulai 01 November mendatang.

Mys/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Aliansi Penyelamat Mahkamah Agung, gabungan sejumlah LSM, juga sudah mengirimkan surat secara resmi ke Pimpinan DPR agar ketiga revisi UU tadi disahkan bersamaan. Aliansi malah mengancam akan menempuh langkah judicial review jika DPR tetap ngotot mendahulukan pengesahan revisi UU MA dibanding revisi UU Komisi Yudisial dan UU Mahkamah Konstitusi.

 

Bukan hanya usia pensiun

Anehnya, dalam sebulan terakhir, hampir semua sumber daya berkutat pada perdebatan batas usia pensiun hakim agung. Padahal, sebenarnya ada beberapa poin penting lain dalam revisi UU MA. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disusun Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham) berisi 130 poin. Dari jumlah itu, lebih dari 50 poin mendapat tanggapan dari pemerintah, mulai dari persoalan ‘sepele' seperti tanda titik atau huruf kapital, hingga yang serius seperti mengubah rumusan awal.

 

Tengok misalnya, usulan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Dalam diskusi publik yang digelar Komisi Hukum Nasional (KHN) 15 September lalu, Wakil Ketua IKAHI, Habiburrahman menyampaikan tambahan usulan agar sistem rekrutmen hakim agung dilakukan secara tertutup.

 

Tidak seperti sekarang yang relatif terbuka. Nama-nama calon diumumkan ke publik untuk mendapatkan masukan. Lalu, Komisi Yudisial melakukan serangkaian seleksi seperti tanya jawab, tes kesehatan dan tes psikologi. Kemudian, selah masuk ke DPR, calon hakim agung harus mengikuti uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan secara terbuka.

 

Menurut Habiburrahman, kalaupun ada pengecualian, hanya apabila diperlukan keahlian khusus. Dalam konteks ini, bisa dibuka calon dari jalur non-karir sesuai kebutuhan. Itu pun dengan syarat, calon hakim agung dari non-karir kudu berkualifikasi doktor (S-3) dalam bidang ilmu hukum.

 

Selain soal non-karir, muncul pula gagasan menghapuskan rumusan tentang hakim ad hoc. Alasannya, keberadaan hakim ad hoc sudah diatur dalam masing-masing peraturan-undangan terkait. Misalnya, dalam pasal 60 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial, sudah diatur keberadaan hakim ad hoc pada tingkat Mahkamah Agung, yang bertugas menangani perselisihan hubungan industrial.

 

Meskipun demikian, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) diketahui sudah melayangkan surat ke Mahkamah Agung yang meminta agar rumusan hakim ad hoc dalam UU MA tetap dipertahankan. Rumusan dimaksud adalah pasal 7 ayat (3): Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dengan undang-undang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: