Ricuh Sidang HRS, Ketua MA Ingatkan Pentingnya UU Contempt of Court
Berita

Ricuh Sidang HRS, Ketua MA Ingatkan Pentingnya UU Contempt of Court

Ketua MA meminta kepada IKAHI agar terus memperjuangkan UU Contempt of Court supaya tidak terjadi lagi tindakan-tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat hakim. KY akan memberi perhatian dengan melakukan pemantauan persidangan perkara ini.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Mukti Fajar menjelaskan KY mempunyai wewenang untuk menjaga martabat dan kehormatan hakim. Tugas ini dilakukan oleh KY dengan cara melakukan pengawasan terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik, sekaligus melakukan advokasi terhadap hakim yang direndahkan martabatnya. Karena itu, Mukti Fajar mengingatkan persidangan meski dilakukan secara virtual wajib dihormati oleh para pihak yang berperkara.

“KY mengimbau agar publik dapat menghormati lembaga peradilan agar marwah dan kewibawaan lembaga peradilan benar-benar terjaga dengan baik. Publik juga diminta untuk menghormati pengadilan dan profesi hakim," kata Mukti.  

Lebih lanjut, Mukti Fajar mengungkapkan KY akan memberi perhatian dengan melakukan pemantauan persidangan perkara ini. “Apabila KY menemukan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim, atau perilaku merendahkan martabat hakim oleh para pihak maka KY akan memproses lebih lanjut,” katanya.

Tentunya, peristiwa ini kembali menambah deretan panjang tindakan contempt of court (penghinaan/pelecehan terhadap lembaga pengadilan) di Indonesia. Sebelumnya, ada peristiwa oknum advokat bernama Desrizal menganiaya hakim dengan sabuknya saat pembacaan putusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (8/7/2019) silam.  

IKAHI mencatat pada 15 November 2003, gedung PN Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dibakar pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa serupa terjadi di PN Maumere, NTT tahun 2006; PN Temanggung, Jawa Tengah tahun 2011; PN Depok, Jawa Barat tahun 2013; PN Bantul, DI Yogyakarta pada 2018.  

Tak hanya infrastruktur pengadilan yang diserang atau dirusak, penyerangan terhadap hakim pun kerap terjadi. Pada tahun 2013, seorang hakim di Gorontalo diserang ketika berkendara. Jauh sebelum itu, Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita ditembak hingga tewas saat berkendara menuju kantornya.

Tahun 2005, seorang hakim ditusuk di ruang sidang di Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo. Pada 23 Desember 2008, oknum jaksa menyerang hakim di PN Poso Sulteng sesaat setelah hakim membebaskan terdakwa. Untuk itu, sudah sejak lama, beberapa kalangan peradilan terus mendorong pentingnya UU Contempt of Court. Tapi, hingga saat ini, UU Contempt of Court tak kunjung direspon atau ditindaklanjuti serius oleh pembentuk UU.

Hanya saja, pembentuk UU telah memasukkan pidana contempt of court dalam RKUHP sejak 2019. Dalam draf RUU KUHP tertanggal 28 Agustus 2019, misalnya, Pasal 281 draf RKUHP tersebut mengatur tindak pidana terhadap proses peradilan diancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Tindakan yang termasuk dalam delik pidana ini ditujukan pada tiga kategori perbuatan. 

Pertama, setiap orang yang: tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan. Kedua, ketentuan setiap orang yang tidak hormat kepada hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam persidangan. (Baca Juga: Beragam Profesi Ini Terancam Ketentuan Contempt of Court)

Ketiga, setiap orang yang secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang di pengadilan. Tapi delik contempt of court dalam RKUHP itu sempat menuai penolakan dari masyarakat lantaran penerapannya dinilai berpotensi dengan mudahnya mengkriminalisasi advokat ketika menyanggah hakim atau sejumlah komunitas pemantau peradilan.

Tags:

Berita Terkait