Sanusi Disebut “Ikut Campur” Soal Tagihan Pembayaran Pemasangan Pompa
Berita

Sanusi Disebut “Ikut Campur” Soal Tagihan Pembayaran Pemasangan Pompa

Dengan cara menelpon Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta untuk segera membayarnya ke Direktur Utama PT Wirabayu Pratama, Danu Wira.

ANT
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi menjalani sidang perdana yang beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipengadilan tipikor. Jakarta, Rabu (24/8).
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi menjalani sidang perdana yang beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipengadilan tipikor. Jakarta, Rabu (24/8).
Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi disebut pernah menelepon Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan untuk meminta percepatan pembayaran tagihan pemasangan pompa untuk satu perusahaan. Teguh mengatakan, akan meneliti terlebih dahulu persoalan tersebut.

"Pak Sanusi pernah meminta bantuan saya untuk mempercepat proses penagihan pembayaran PT Wira Bayu, waktu itu by phone, tapi saya sampaikan untuk sementara masih diteliti duu dengan kelengkapannya," kata Teguh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/10).

Teguh menjadi saksi untuk M Sanusi yang didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar, antara lain diterima dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan pelaksana proyek pekerjaan di Dinas Tata Air pemprov DKI Jakarta periode 2012-2015 sejumlah Rp21,18 miliar.

"Dalam BAP No 8 saudara menyebut 'Danu Wira hampir 2 hari sekali menagih pembayaran ke saya untuk pompa di Mall of Indonesia (MOI) dan Kali Item. Pada waktu itu saya ditelepon juga oleh Mohamad Sanusi sebanyak 3 kali untuk mengatakan 'Pak Teguh tolong dibantu kawan saya Pak Danu untuk diproses pembayarannya! Terakhir saya jawab mohon maaf pak pekerjaannya tidak layak untuk dibayar dan saya tidak berani membayar' apakah ini betul?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ronald F Worotikan. "Iya," jawab Teguh.

PT Wirabayu Pratama memenangi pengadaan paket penggantian pompa pada 2012 senilai Rp7 miliar, paket penggantian pompa senilai Rp12 miliar, pengadaan pompa sejumlah Rp3 miliar dan paket penggantian pompa senilai Rp5 miliar pada 2013 serta paket pengadaan pompa sejumlah Rp15 miliar pada 2015 yang seluruhnya untuk pengendali banjir Jakarta. (Baca Juga: Sanusi Didakwa Cuci Uang Rp45 Miliar Sejak 2012 Sampai 2015)

"Saat saya bawa tim utk crosscheck ternyata pompa dan kondisi lapangan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. Pompa MOI sampai sekarang masih terlantar, jadi terhadap penagihan yang dilakukan Pak Danu saya katakan tolong diaudit bobotnya dan dibawa ke inspektorat provinsi dan sampai saat ini bobotnya tidak sesuai jadi tidak dilakukan pembayaran," ungkap Teguh.

Kondisi itu terjadi di pompa MOI, Dewaruci dan Kali Item. Selain meminta percepatan pembayaran tunggakan, Danu juga diketahui pernah bertemu dengan Pelaksana Tugas Pejabat Pembuat Komitmen (Plt PPK) di Dinas Tata Air Tarjuki dan meminta agar dibantu dalam lelang.

"Pak Tarjuki memperkenalkan Pak Danu bersama dengan Pak Boy Ishak, saya diperkenalkan oleh Pak Tarjuki dan menjelaskan kebutuhan pengadaan pompa di DKI Jakarta sehingga (perusahaan) harus lolos," kata Kepala Sie Dinas Tata Air Kecamatan Kebon Jeruk Januari 2016 - Juni 2016 Rudito Setiawan yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Mendengar hal itu, jaksa Ronald pun kembali bertanya. Ia merujuk pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudito yang menjelaskan bahwa Tarjuki pernah memanggil dirinya dan memerintahkan dilakukannya pengadaan. Bahkan saat proses pelelangan Danu Wira dan Sanusi selalu menanyakan pengerjaan pengadaan, mempercepat pelelangan, sehingga ia menganggap PT Wirabayu dan PT Imemba dapat dibantu. “Apakah hal itu benar?" tanya jaksa Ronald. "Benar," singkat Rudito. (Baca Juga: Sejumlah Properti Milik Sanusi Dibayari Pengusaha)

Namun Danu Wira yang juga menjadi saksi mengaku ia tidak ingin menagih pelunasan tapi menagih kelanjutan audit yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. "Bukan saya mau menagih pelunasan tapi menagih progress. Pekerjaan sudah selesai dan tidak terbengkalai karena saya tarik kembali barang-barangnya karena tidak dibayar. Kalau akan dibayar saya pasang kembali pompanya, tapi penagihan dua kali sehari adalah untuk penagihan progress karena belum ada 1 rupiah pun pembayaran dari Dinas Tata Air padahal sudah ada hasil dari inspektorat bisa dibayarkan tapi karena waktunya mepet tidak sempat dibayarkan kalau mau mengaudit ulang silakan saja," jelas Danu.

Danu mengatakan, tindakan Sanusi yang menelpon Teguh untuk segera membayar tagihan pompa kepadanya bukan karena diminta olehnya. “Pompa itu bocor bukan karena tidak layak tapi saya ambil, sampai saat ini panel dan pompa bagus. Saya memang tanya ke Pak Sanusi bagaimana prosesnya supaya bisa dibayar karena Pak Sanusi anggota DPRD kan wakil kita. Pak Sanusi sampaikan untuk ajukan saja surat ke DPRD di Komisi D tempat gue. Setelah itu Pak Sanusi berbaik hati telpon Pak Teguh saya tidak tahu dan saya tidak pernah menyuruh Pak Sanusi telepon Pak Teguh," tegas Danu yang merupakan teman satu SMA Sanusi itu.

Teguh mengatakan, alasan dirinya belum membayarkan ke Danu selain hasil audit inspektorat yang hanya menyarankan bukan memerintahkan membayar juga karena dirinya ragu dan meminta dilakukan audit BPK untuk audit bobot terlebih darikasat mata tidak layak di MoI itu bocor. “Ada 99 paket di dinas tata air 99 paket yang belum dibayarkan," jelas Teguh. (Baca Juga: Kesaksian Istri Sanusi Soal Asal Usul Harta)
Tags:

Berita Terkait