Tahun 2004, Presiden Harus Berikan Pidato Pertanggungjawaban Pelaksanaan GBHN
ST MPR 2003

Tahun 2004, Presiden Harus Berikan Pidato Pertanggungjawaban Pelaksanaan GBHN

Besar kemungkinan pada sidang MPR 2004 presiden harus berpidato melaporkan pertanggungjawabannya atas pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di hadapan anggota MPR. Sayangnya, tidak akan ada penilaian diterima atau ditolaknya laporan tersebut.

Zae
Bacaan 2 Menit
Tahun 2004, Presiden Harus Berikan Pidato Pertanggungjawaban Pelaksanaan GBHN
Hukumonline

 

Alternif pertama, tetap seperti tertulis dalam rancangan Tatib. Yaitu sidang majelis  mendengarkan pidato presiden tentang pelaksanaan GBHN periode 1999-2004 dan putusan majelis lainya. Dengan demikian bentuknya hanya penyampaian laporan pelaksanaannya saja, bukan dalam bentuk pertanggungjawaban.

 

Alternatif kedua, menurutnya, berisi bahwa sidang majelis mendengarkan pidato pertanggungjawaban presiden tentang pelaksanaan GBHN periode 1999-2004 dan putusan majelis lainnya. Sementara, untuk penilaiannya diserahkan kepada masing-masing fraksi di MPR.

 

"Jadi tidak ada komisi khusus yang akan membahas pertanggungjawaban presiden," ujar Joyokusumo. Dengan demikian, menurut Joyokusumo, MPR tidak akan menghasilkan prodak ketetapan yang isinya menerima atau menolak pertanggungjawaban presiden tersebut. Namun, pembahasannya diserahkan pada fraksi masing-masing. Alternatif ketiga, prinsipnya tidak berubah.

 

Hanya PDIP yang menolak

 

Soal alternatif mana yang cenderung akan dipilih oleh Sub Komisi C1, anggota DPR dari Fraksi Golkar ini mengaku belum bisa menentukan. Pasalnya, tugas Sub Komisi C1 hanya melakukan pembahasan saja. Jika tidak dicapai kata sepakat dalam satu rumusan, menurutnya, tidak akan ada mekanisme voting. Pemilihannya akan diserahkan kepada rapat pleno komisi C.

 

Hanya saja, menurutnya, sebagian besar fraksi cenderung memilih alternatif kedua. Jadi, mayoritas fraksi menghendaki pada sidang majelis 2004, Presiden harus memberikan pidato pertanggungjawabannya tentang pelaksanaan GBHN dihadapan anggota MPR. "Hanya Fraksi PDI-P saja yang tidak setuju," tuturnya.

 

Yang masih terasa agak kurang adalah, bahwa terhadap laporan pertanggungjawaban tersebut, penilaiannya diserahkan kepada fraksinya masing-masing. Berbeda dengan biasanya, yang menghendaki adanya penilaian diterima atau ditolak terhadap laporan pertanggungjawaban tersebut.

 

Menanggapi hal tersebut, Joyokusumo mengatakan bahwa masalahnya adalah mekanisme pembuatan putusan majelis yang sudah disepakati, tidak dalam suatu ketetapan (TAP) dan Keputusan. Namun demikian menurutnya penilaian dari fraksi akan memberikan makna tersendiri. "Baik bagi presiden, bagi masyarakat, maupun fraksi dalam menilai," jelas Joyokusumo.

 

Kehawatiran bahwa fraksi akan membuat penilaian sembarangnya juga menjadi tidak beralasan. "Kalau fraksi menilai tidak karuan kan juga akan mendapat penilaian dari masyarakat sendiri," tambahnya. Satu yang perlu diingat,  bahwa ruang lingkup penilaian adalah pertanggungjawaban pada pelaksanaan GBHN 1999-2004.

 

Pelaksanaan sidang hanya tiga hari

 

Beberapa rumusan lagi yang hampir dicpai kesepakatannya adalah mengenai waktu pelaksanaan Sidang MPR 2004. Menurut Joyokusumo, penyelenggaraan sidang majelis 2004 akan dilaksanakan pada 30 September 2004. Hal ini mengingat bahwa MPR periode 1999-2004 akan berakhir pada 30 September 2004 jam 24.00 WIB.

 

Joyokusumo juga menjelaskan bahwa MPR yang akan datang tidak lagi akan membuat GBHN dan perangkat-perangkat yang berat lainnya. Majelis yang akan datang hanya akan mengukuhkan dirinya sesuai hasil Pemilihan Umum 2004 setelah DPR dan DPD terbentuk, untuk kemudian menyusun perangkat organisasinya.

 

Dengan demikian, menurutnya, hanya perlu satu atau dua hari saja bagi MPR untuk melaksanakan persidangan. Tidak seperti pelaksanaan Sidang MPR sebelumnya yang paling tidak menghabiskan waktu seminggu. "Syukur hari ketiga sudah pengangkatan presiden," cetusnya.

 

Tapi, prakteknya mungkin tidak semudah itu. Pasalnya, ternyata jabatan presiden sekarang baru akan berakhir pada 19 Oktober 2004. Dengan demikian tidak mungkin pengangkatan Presiden pada awal Oktober. Karena itu menurutnya, masih dipertimbangakan apakah harus diselenggarakan kembali sidang MPR pada 20 Oktober 2004. Supaya tidak timbulkan kerancuan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan KPU untuk penentuan jadwalnya.

 

Hal tersebut terungkap dari komentar pimpinan Sub Komisi C pada Sidang Tahunan (ST) MPR 2003, GBPH Joyokusumo, saat ditemui seusai rapat tim perumus Sub Komisi C1 di MPR (5/8). Sub Komisi C1 sendiri merupakan sub komisi yang membahas mengenai rancangan tata tertib (Tatib) MPR untuk periode 2003-2004.

 

Joyokusumo mengatakan, pada rapat pembahasan Tatib MPR di Sub Komisi C1 sudah dicapai kesepakatan-kesepakatan pada sebagian besar rumusan rancangan Tatib. Walau demikian, menurutnya masih ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan hingga disediakan beberapa alternatif.

 

Diantara beberapa hal yang masih menjadi sumber perdebatan tersebut, menurut Joyokusumo, yaitu dalam rumusan Pasal 103 ayat 2 butir a tentang pidato pertanggungjawaban presiden.  Pada rumusan pasal itu masih terdapat perdebatan yang belum tuntas, dan hingga kini masih ada tiga alternatif.

Tags: