Tangani BLBI, Ujian Terberat KPK
Berita

Tangani BLBI, Ujian Terberat KPK

Menurut kuasa hukum Sjamsul, baik sebelum maupun sesudah 2004, BPK telah mengkonfirmasi bahwa Sjamsul Nursalim telah memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan Perjanjian MSAA yang dibuat oleh Pemerintah dan Sjamsul pada tahun 1998.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal mengatakan BLBI merupakan utang sejarah yang mesti segera diselesaikan pemerintah. Sayangnya, sudah berganti beberapa pemerintahan pasca reformasi (1998), kasus BLBI terkatung-katung penanganannya. Menjadi darurat, kata Erwin, ketika terbuktinya jaksa Urip Tri Gunawan dan Sjafruddin Arsyad Tumenggung  dalam kasus dugaan korupsi ini. “Sulit dibantah, kasus ini punya dimensi politik yang kuat,” ujarnya.

 

Dia memperkirakan KPK bakal menghadapi serangan politik yang kuat ketika menangani kasus BLBI ini ke depannya. Namun sisi lain, justru titik inilah integritas dan komitmen KPK tengah diuji. Dia mengajak semua pihak men-support KPK dan dukungan kuat dari publik dalam menyelesaikan kasus BLBI yang berdimensi politik ini.

 

“Meski KPK profesional, terkadang KPK bekerja sendiri tanpa di-support politik kekuasaan (presiden). “Belajar dari kesuksesan banyak negara memerangi korupsi, dukungan presiden menjadi syarat mutlak, seperti kasus Hongkong atau Nigeria pada saat ini,” ujarnya.

 

Bagi Erwin, publik menaruh harapan terhadap presiden atau siapapun yang menjabat presiden tetap optimal terhadap pemberantasan korupsi. Sebaliknya, bila Joko Widodo sebagai presiden  tidak serius memerangi korupsi dan men-support KPK dalam penanganan kasus BLBI, kepercayaan publik bakal menurun terhadap pemerintah. “Sejarah dan publik akan menghukumnya,” ujarnya.

 

Janggal dan tak masul akal

Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail menilai, keputusan KPK yang menetapkan Sjamsul dan istri sebagai tersangka dugaan korupsi BLBI adalah hal janggal dan tak masuk akal. Ia melihat penyidikan KPK ini merupakan pengembangan perkara mantan kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah divonis 15 tahun penjara karena dianggap telah salah menghapuskan hutang petambak Dipasena kepada BDNI pada tahun 2004 silam.

 

Menurut Maqdir, baik sebelum maupun sesudah 2004, BPK telah mengkonfirmasi bahwa Sjamsul Nursalim telah memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan Perjanjian MSAA yang dibuat oleh Pemerintah dan Sjamsul pada tahun 1998. Menurutnya, penetapan tersangka tersebut bersumber dari Surat Keterangan Lunas (SKL) yang merupakan tindakan administratif dari pimpinan BPPN.

 

“Kalau terjadi kerugian negara akibat penjualan aset Dipasena, dapat dipastikan hal itu terjadi bukan atas persetujuan Bapak dan Ibu Sjamsul Nursalim,” katanya.

Tags:

Berita Terkait