Tangkal ISIS dengan Penegakan Hukum
Berita

Tangkal ISIS dengan Penegakan Hukum

Semua pihak harus mendukung Polri agar mampu bertindak tegas.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kepala BNPT Ansyaad Mbai. Foto: http://bnpt.go.id
Kepala BNPT Ansyaad Mbai. Foto: http://bnpt.go.id
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengecam keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Ia menilai ISIS sebagai organisasi yang menjalankan gerakan radikal dan terorisme, menginginkan adanya perubahan kekuasaan yang cepat lewat kekerasan.

ISIS, kata Ansyaad, mengklaim paling paham doktrin agama. Saking pahamnya, Ansyaad melanjutkan, ISIS merasa punya otoritas untuk memaksa, menghakimi orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan mereka. Orang yang berbeda dicap kafir. Demokrasi dan pemilu, kata Ansyaad, juga dipandang sesat.

Ansyaad menjelaskan ISIS memperjuangkan ideologinya dengan berjihad versi mereka sendiri. Misalnya, merampok, membunuh orang baik di tempat ibadah dan keramaian umum. Pihak yang disasar pun beragam mulai dari aparat pemerintahan sampai tokoh agama.

Tapi Ansyaad menilai radikalisme dan terorisme itu tidak muncul tanpa sebab. Banyak faktor yang membuat orang atau kelompok melakukan tindakan radikalisme dan terorisme. Bisa karena kemiskinan, minim pendidikan, marjinalisasi, otoritarian, bisa juga karena standar ganda negara maju. Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan terjadinya radikalisme dan terorisme.

Ansyad berharap pemerintah dan DPR harus menunjukan sikap tegas terhadap tindak kekerasan. Terutama yang mengatasnamakan isu agama dan SARA. Selain itu Polri harus didukung agar berani melakukan tindakan sesuai hukum. Bahkan dalam rangka melindungi masyarakat (ketertiban umum) Polri punya kewenangan bertindak atas pertimbangan sendiri (diskresi). Sayangnya hal itu tergolong jarang dilakukan karena minim dukungan.

"Polisi harus mendapat dukungan, mereka tidak bisa menegakan hukum berdasarkan UU saja. Tapi butuh komitmen bersama," kata Ansyaad dalam diskusi yang digelar The Nusa Institute di gedung Kementerian Agama Jakarta, Kamis (14/8).

Dari sisi hukum, Ansyaad mengatakan yang perlu dilakukan untuk mencegah radikalisme dan terorisme yakni memperkuat aturan  Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Hukum menjerat pelaku propaganda yang mengarah pada penanaman kebencian dan menyebar permusuhan. Aparat hukum bisa memperberat hukuman dan membekukan aset-aset milik teroris.

Mengingat gerakan ISIS mengancam NKRI, Ansyaad mengingatkan ada ancaman pidana bagi pelaku maker, yakni Pasal 139 dan Pasal 111 bis KUHP.

Ansyaad berpendapat pengaruh ISIS bisa diminimalisasi dengan menegakkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Video ISIS di youtube bisa ditutup menggunakan instrument hukum ini.

Pada kesempatan yang sama Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan masyarakat butuh pemahaman yang baik untuk mengenali gerakan garis keras, khususnya ISIS. Sehingga, bisa tepat mengidentifikasi ISIS. Ia khawatir jika hal itu tidak dilakukan dengan baik maka rawan disalahgunakan rezim kekuasaan untuk kepentingan politik. Sehingga, orang yang tidak terkait ISIS dapat dengan mudah dituding sebagai anggota ISIS.

Oleh karenanya Nasaruddin menekankan Kementerian Agama akan hati-hati dalam bertindak sesuai kewenangannya dalam menyikapi ISIS. "Kami tidak mau diperintah kekuatan politik manapun dalam menegakan hukum dan kebenaran," ujarnya.

Selain itu Nasaruddin menjelaskan salah satu ciri gerakan garis keras itu lintas batas negara. Misalnya, ketika gerakan mereka terhambat di sebuah negara maka akan pindah ke tempat lain. Itu terjadi di Al-Jazair, ketika gerakan garis keras mulai masuk lewat kegiatan di masjid, pemerintah melakukan tindakan. Caranya, petugas masjid diangkat menjadi PNS dan berkewajiban melaporkan setiap kegiatan masjid secara berjenjang. Alhasil, pemerintah Al-Jazair dapat mencegah berkembangnya gerakan garis keras.

Walau begitu Nasaruddin menilai ISIS punya keunggulan dibanding gerakan garis keras lain seperti Al-Qaeda. Sebab, ISIS secara organisasi punya sumber keuangan yang tegolong besar. Sebab, mereka menguasai sejumlah ladang minyak dan menjual hasilnya dibawah harga pasar. Kemudian, mereka punya ahli IT dan persediaan senjata yang unggul.

Dalam rangka membendung gerakan ISIS, Nasaruddin mengatakan setiap lembaga di pemerintahan melaksanakan perannya masing-masing. Misalnya, Polri menangani perkara yang berkaitan dengan kriminal. Kejaksaan Agung bertugas mengurusi kalau ada terbitan yang menyesatkan. Kementerian Hukum dan HAM bertugas melakukan tindakan jika ada yayasan yang menyebarkan provokasi. Begitu pula dengan Kementerian Dalam Negeri, berwenang menindak ormas yang bertentangan dengan hukum. "Kementerian Agama melakukan pembinaan. Kami tidak punya kewenangan menangkap orang, membubarkan ormas atau yayasan," tukasnya.

Direktur The Nusa Institute, Hamka Hasan, mendorong agar aparat berwenang merespon kasus ISIS dengan cepat. Jika tidak ditangani secara baik maka ISIS dapat berkembang pesat dan menjadi ancaman serius bagi Indonesia. "Semakin lama kasus ini tidak ditangani, mereka akan tumbuh subur," urainya.

Di sejumlah daerah ISIS berpotensi berkembang karena organisasi garis keras pernah ada di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun. Seperti Al-Qaeda dan JI. Sementara kedua organisasi itu dan ISIS menurut Hamka punya kesamaan ideologi. Sehingga mantan anggota Al-qaeda dan JI bergabung dengan ISIS. "Mereka (Al-Qaeda dan JI,-red) berganti chasing menjadi ISIS," ucapnya.
Tags:

Berita Terkait