Tantangan dan Peluang Undang-Undang Bantuan Hukum
Fokus

Tantangan dan Peluang Undang-Undang Bantuan Hukum

Pengelolaan bantuan hukum akan satu atap. Pemerintah akan melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga-lembaga pemberi bantuan hukum. Dana asing untuk bantuan hukum tak diatur.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Sanksi pidana

Penyalahgunaan dana bantuan hukum sangat mungkin terjadi. Bukan hanya itu, sangat mungkin terjadi pungutan terhadap kelompok masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum. Apalagi ukuran kemiskinan yang dipakai sebagai tolok ukur menurut Undang-Undang ini belum jelas. Apakah hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, atau termasuk pula yang berada pada garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik.

 

Jika mengikuti ukuran itu, kata Yuwono Priyanto, tak kurang dari 60 juta penduduk Indonesia yang berhak mendapatkan bantuan hukum probono. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta itu mengatakan bantuan hukum harus tepat sasaran. Jangan sampai penyatuan atap penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum semakin membuat masyarakat miskin kesulitan mengakses bantuan hukum probono.

 

Undang-Undang Bantuan hukum mencoba mengantisipasi penyalahgunaan hakikat bantuan hukum probono. Pasal 21 mengancam pidana satu tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp50 juta setiap pemberi bantuan hukum yang menerima  sesuatu apapun dari Penerima Bantuan Hukum. Frasa “sesuatu apapun” tak diperjelas. Bagaimana kalau pemberi bantuan hukum menerima sesisir pisang dari penerima bantuan hukum, apakah itu termasuk tindak pidana?

 

Ketidakjelasan kalimat atau frasa dalam Undang-Undang Bantuan Hukum menjadi tantangan tersendiri, agar para pemberi bantuan hukum bisa menjalankan tugasnya dengan tenang. Jangan sampai terjadi ancaman seperti yang dulu tercantum pada Pasal 31 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

 

Meskipun ada tantangan, sekaligus peluang, yang paling penting adalah memanfaatkan bantuan hukum untuk kepentingan membela rakyat miskin. Bahkan Yuwono Priyanto yakin bantuan hukum bisa dimanfaatkan untuk mengantisipasi konflik-konflik sosial di masyarakat.

 

Jumlah pemberi bantuan banyak adalah sesuatu yang penting. Tetapi lebih penting lagi bagaimana agar bantuan hukum benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Seperti yang ditulis Todung Mulya Lubis, advokat senior, dalam jurnal Third World Legal Studied terbitan Valparasio University Ontario, pada 1985 silam.

 

The point is the ‘LBH in the villages’ is not to increase the number of the LBH offices, but, more fundamentally, to bring law and justice closer to the people, to translate the ideals of ‘social justice for all the people of Indonesia’ into a living reality”.

 

Tags: