Tantangan Menjadikan KI Sebagai Objek Jaminan Fidusia
Terbaru

Tantangan Menjadikan KI Sebagai Objek Jaminan Fidusia

Menjadikan KI sebagai objek jaminan fidusia bukan hal yang mudah dilakukan. Hingga saat ini belum ada pedoman penilaian atas nilai ekonomis benda tidak berwujud seperti hak cipta maupun paten.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit

“Perlu kesiapan serta kolaborasi yang baik antara DJKI, para pemilik KI, perbankan dan lembaga keuangan non bank serta notaris untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai implementasi KI sebagai objek jaminan fidusia dalam memperoleh kredit di sektor jasa keuangan,” pungkas Lastami.

Sebelumnya, dalam sebuah FGD bertema Implementasi Kekayaan Intelektual sebagai Agunan Kredit Dalam Rangka Mendukung PP Ekraf yang digelar OJK beberapa waktu lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, mendukung wacana penggunaan KI sebagai agunan dalam penyaluran kredit.

Dian mengatakani sektor ekonomi kreatif (ekraf) diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional berkelanjutan yang menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia.

“Saat ini ekraf menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap PDB dan ekspor nasional,” kata Dian pada April lalu.

Dalam mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan.

Dijelaskan Dian, dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini iktikad dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Dalam hal ini, agunan merupakan 1 dari 5 faktor yang perlu dipertimbangkan karena agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.

Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial, yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM). 

"OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank, hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur," lanjut Dian.

Tags:

Berita Terkait