Timwas Century Masih 'Butuh' KPK
Berita

Timwas Century Masih 'Butuh' KPK

Menkeu menyarankan Bank Mutiara bekerjasama dengan satu dari lima bank terbesar di Indonesia agar mudah dijual.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (tengah). Foto: SGP
Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (tengah). Foto: SGP

Rapat internal Tim Pengawas (Timwas) kasus Bank Century memutuskan akan segera memanggil kembali pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pekan depan. Menurut Wakil Ketua DPR Pramono Anung, hal itu merupakan bukti keseriusan DPR mendorong lembaga penegak hukum untuk fokus menyelesaikan kasus ini.

 

“KPK sebagai salah satu institusi penegak hukum yang didorong untuk segera menyelesaikan  kasus Century, meski pada  kenyataannya telah sekian waktu berjalan penanganan kasus ini di lembaga itu berjalan di tempat,” ujar lelaki yang biasa disapa Pram ini, Rabu (14/9).

 

Politisi dari PDIP ini menjelaskan, Timwas Century juga masih menunggu hasil audit forensik menyeluruh yang dilakukan  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus Bank Century. Menurutnya, pihak BPK telah berjanji menyelesaikan audit forensik pada November mendatang.

 

Timwas Century sendiri akan segera berakhir masa tugasnya pada Desember 2011. Namun, Pram mengatakan masa tugas Timwas masih bisa diperpanjang hingga tahun 2012 jika diperlukan.

 

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardjojo meminta agar Bank Mutiara bekerja sama dengan salah satu dari lima bank terbesar di Indonesia terkait perencanaan penjualan bank tersebut. Hal ini dikatakannya ketika menghadiri rapat dengar pendapat bersama anggota Komisi XI di waktu yang sama.

 

“Seharusnya, Bank Mutiara atau pemiliknya, yakni LPS mencoba bekerja sama B to B dengan salah satu bank yang besar yang bagus supaya kinerja Bank Mutiara meningkat,” kata Agus.

 

Mantan Dirut bank Mandiri ini yakin Bank Mutiara sudah bisa dijual dan laku dengan harga yang baik. Namun, jika tahun pertama ini belum juga ada investor yang ingin membeli bank yang dulunya bernama Bank Century tersebut, ia menyarankan manajemen memperkuat kinerja dan kemampuan keuangan.

 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis tidak mempermasalahkan siapa yang akan membeli Bank Mutiara nantinya, apakah bank asing atau bank lokal.  Menurutnya, yang jauh lebih penting uang negara yang digunakan untuk dana talangan atau bailout terhadap bank tersebut bisa kembali.

 

“Tidak salah-salah banget meskipun akan memperbesar potensi kepemilikan modal asing semakin besar di Indonesia,” ujarnya.

 

Harry menjelaskan, pada prinsipnya, waktu tiga tahun setelah bailout dan berdasarkan perintah undang-undang, dana talangan Rp6,7 triliun harus dikembalikan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar nilai bailout yang disebut minimal. Jika nilai penjualannya di bawah itu maka itu berarti negara dirugikan.

 

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, jika LPS ingin menunjukkan kinerja yang baik, maka angka penjulannya harus lebih besar dari Rp6,7 triliun. Tetapi, bila hasil penjualannya minimal atau kurang dari jumlah bailout, LPS tidak berhak mendapatkan premi, bonus dan segala macamnya.

 

Pernyataan Harry ini kiranya belum bertentangan dengan pernyataan berbagai pihak yang menuntut agar kepemilikan asing di bank lokal harus dibatasi. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) sendiri masih melakukan pengkajian mengenai pembatasan kepemilikan asing. Gubernur BI Darmin Nasution menegaskan, hingga kini bank sentral belum mengeluarkan aturan mengenai hal tersebut. Artinya, asing masih bisa mengakuisisi bank lokal untuk saat ini.

Tags: