Dalam sambutan atas disetujuinya RUU tentang Hak Cipta oleh DPR, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa pemerintah sangat terkesan dengan proses pembahasan di DPR. Hal ini mengingat materi dan masalah yang harus dibahas dalam RUU tentang Hak Cipta sedemikian banyak dan bersifat teknis dikaitkan dengan waktu yang relatif singkat.
"Syukurlah, pembahasan dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan," ungkapnya dalam Rapat Paripurna Terbuka DPR dengan mata acara Pembicaraan Tingkat II Pengambilan Keputusan RUU tentang Hak Cipta di gedung DPR pada Kamis (11/7). Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno.
Menkeh juga mengungkapkan bahwa apabila RUU tentang Hak Cipta ini telah diundangkan, dari sudut legislasi sempurnalah pengembangan hukum untuk sistem hak kekayaan intelektual sebagai satu sistem yang membawahkan berbagai bidang yakni hak cipta, paten, merek, indikasi geografis, desian industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan rahasia dagang.
Lebih jauh, Yusril menegaskan pula bahwa penyempurnaan UU tentang Hak Cipta yang sekarang ini didasarkan atas berbagai pertimbangan yang pada intinya dimaksudkan untuk lebih memberi perlindungan bagi para pencipta dan pemegang hak terkait dalam keseimbangan dengan masyarakat pada umumnya.
"Termasuk dalam hal ini adalah untuk mengakomodasi beberapa ketentuan dalam TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, red) dan WIPO Copyrights Treaty yang belum sempat diakomodasi dalam perubahan undang-undang tahun 1997," demikian jelas Yusril.
Sejak 1982, Indonesia telah mempunyai undang-undang nasional di bidang hak cipta, yaitu UU No.6/1982 tentang Hak Cipta yang kemudian diubah dengan UU No.7/1987, dan terakhir diubah lagi dengan UU No.12/1997.
Perubahan tahun 1997 dimaksudkan untuk menyesuaikan undang-undang itu dengan TRIPs yang merupakan lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization. Indonesia telah meratifikasi persetujuan ini dengan UU No.7/1994.