UU Penyelenggara Pemilu Teranyar Diuji
Berita

UU Penyelenggara Pemilu Teranyar Diuji

Padahal, undang-undang itu baru disahkan dan belum diberi nomor.

ASh
Bacaan 2 Menit
UU penyelengaraan pemilu teranyar diuji di MK. Foto: SGP
UU penyelengaraan pemilu teranyar diuji di MK. Foto: SGP

Belum genap satu bulan, UU Perubahan atas UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, 20 September lalu, dipersoalkan sejumlah lembaga dan warga negara yang mengatasanamakan Aliansi Masyarakat Amankan Pemilu.  

Secara resmi mereka telah mendaftarkan permohonan pengujian undang-undang yang belum bernomor itu ke bagian Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/10). Mereka menguji Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, dan Pasal 109 ayat (4 c, d, e), ayat (5), dan ayat (11).

Mereka menilai UU Penyelenggara Pemilu yang baru itu membuka ruang sangat besar bagi orang-orang partai untuk bisa secara langsung berperan dalam penyelenggaraan pemilu. Tercatat sebagai pemohon yakni Perludem, IPC, Cetro, JPPR, GPSP, ICW, Elpagar dan 49 warga negara di antaranya Refly Harun, Firmansyah Arifin, dan Fadjroel Rahman.

“Kita melihat UU Penyelenggara Pemilu yang baru itu membuka ruang bagi orang-orang partai untuk menjadi anggota KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), ini akan mengancam independensi penyelenggaraan pemilu ke depan,” kata salah satu pemohon, Direktur Eksekutif Cetro, Hadar Gumay.

Hadar mengatakan peluang itu muncul lantaran telah dihapusnya syarat keanggotaan KPU dan Bawaslu, tidak menjadi anggota partai minimal lima tahun sebelum mendaftar, dalam UU No 22 Tahun 2007. Kondisi serupa terhadap komposisi keanggotaan DKPP yang didominasi perwakilan partai di DPR.  

“Kalau ada sembilan parpol di DPR, maka ada sembilan perwakilan parpol di DKPP, selain satu perwakilan KPU, satu perwakilan Bawaslu, satu perwakilan pemerintah, empat perwakilan unsur masyarakat yang diajukan pemerintah dan DPR,” tutur Hadar.

Menurutnya, jika diisi oleh partai peserta pemilu sendiri, penyelenggara pemilu tak bisa bersikap netral, mandiri, imparsial (tidak berpihak). “Masuknya orang partai dalam penyelenggara pemilu bukan keputusan bijak karena setiap keputusan penyelenggara pemilu yang berasal dari orang partai dipastikan mudah dipolitisir, sehingga hasil Pemilu yang cerminan masyarakat tak terlihat.”

Karena itu, menurutnya, Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, dan Pasal 109 ayat (4 c, d, e), ayat (5), ayat (11) UU Penyelenggara Pemilu terbaru itu bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menegaskan bahwa penyelenggara pemilu yang dituntut bersifat mandiri dan lepas dari kepentingan partai.

“Sesuatu yang aneh jika partai tak punya kepentingan dengan KPU dan Bawaslu, ini yang kita persoalkan karena bisa saja secara ‘diam-diam’ partai menugaskan kadernya untuk mendaftar menjadi anggota KPU atau Bawaslu ke Pansel karena cukup dengan mengundurkan diri saja. Kita menginginkan orang independen, netral, credible, harus secara faktual, bukan administratif,” kata Refly Harun.

Lebih spesifik, ia meminta frasa “mengundurkan diri dari keanggotaan partai..” dalam Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i dihapus dan sekaligus MK menafsirkan pasal ini yang bermakna tidak lagi menjadi anggota partai minimal lima tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai yang bersangkutan. “Ini untuk keanggotaan KPU dan Bawaslu,” katanya.

Sementara Pasal 109 ayat (4 c, d, e) sepanjang frasa ‘empat orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai yang ada di DPR berjumlah ganjil atau.. dalam hal jumlah utusan partai yang ada di DPR berjumlah genap”. “Yang namanya peserta Pemilu belum tentu ganjil, bisa saja berjumlah genap,” jelasnya.

Selain itu, Refly juga meminta MK mencabut Pasal 109 ayat (5) dan (11) itu karena bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. “Kita minta MK menghapus komposisi keanggotaan DKPP yang menempatkan sembilan perwakilan Parpol di DPR, justru kalau komposisi anggota DKPP terdiri dari satu perwakilan KPU, satu perwakilan Bawaslu, dan empat tokoh masyarakat (nonparpol, red) akan jauh lebih netral,” dalihnya.

Tags: