Tipu muslihat dengan mengatasnamakan pejabat pengadilan tampaknya sudah meluas. Suwidya mengaku sudah berkoordinasi dengan Zahlul Rabain dan petinggi Mahkamah Agung (MA) mengenai hal tersebut. Intinya, seluruh elemen masyarakat diminta berhati-hati. Maklum, korbannya bukan hanya para pencari keadilan, tetapi juga orang dalam pengadilan.
Mutasi dan promosi
Orang dalam pengadilan menjadi korban penipuan atau pemerasan biasanya terkait mutasi dan promosi. Maklum, promosi dan mutasi terkait dengan jabatan. Lagipula, di lingkungan peradilan, promosi, mutasi dan pengangkatan hakim baru terbilang cepat dan massal.
Berdasarkan data yang diperoleh hukumonline, pada tahun 2007 tercatat 1.088 pelaksanaan mutasi. Hingga Juli 2008, tercatat 293 mutasi, dan 120 kali pengangkatan hakim baru di lingkungan peradilan umum. Mutasi dan promosi pejabat kepaniteraan pun dinamis. Pada tahun 2008 (sebelum Agustus), tercatat 266 kali mutasi dan promosi kepaniteraan pada pengadilan tingkat pertama seluruh Indonesia. Tahun sebelumnya, jumlah mutasi dan promosi malah mencapai 626 kali, dan pada tahun 2006 mencapai 487 kali.
Tabel
Mutasi dan Promosi Kepaniteraan
Pengadilan Tingkat Pertama Periode 2003-2008
No. | Jabatan | 2003 | 2004 | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 * |
1 | Pan/Sek | 26 | 32 | 57 | 57 | 54 | 25 |
2 | Wa-Pan | 15 | 25 | 55 | 52 | 76 | 35 |
3 | Panmud Hukum | 13 | 18 | 59 | 45 | 45 | 22 |
4 | Panmud Pidana | 25 | 18 | 68 | 49 | 42 | 21 |
5 | Panmud Perdata | 25 | 22 | 49 | 39 | 53 | 20 |
6 | Panitera Pengganti | 257 | 95 | 212 | 211 | 320 | 132 |
7 | Juru Sita | 5 | 10 | 32 | 44 | 56 | 11 |
| JUMLAH | 366 | 240 | 532 | 487 | 626 | 266 |
* Angka sebelum Rakernas MA, Agustus 2008. Sumber: Bahan Rakernas MA 2008.
Nama Aconur, Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung, dijadikan pelaku untuk memeras dan menipu korban. Tahun lalu, beberapa pegawai pengadilan di daerah, termasuk hakim tinggi, ditengarai menjadi korban. Bahkan diyakini sudah ada hakim yang terlanjur mengirimkan uang sesuai pesanan pelaku.
Setelah mendengar laporan sejumlah pejabat pengadilan dari daerah, pada November tahun lalu, akhirnya Aconus membuat surat ditujukan kepada Ketua PN dan Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia. Surat bernomor 207/Bua.2/07/XI/2008 itu meminta perhatian pejabat pengadilan agar berhati-hati atas permintaan uang oleh orang tidak bertanggung jawab terkait promosi dan mutasi di lingkungan peradilan.
Pelaku, lewat telepon, mengaku sebagai Aconur, Kepala Biro Kepegawaian MA. Si penelepon meminta hakim atau panitera yang ingin dipromosikan atau dimutasi ke tempat basah untuk mentransfer uang ke rekening atas nama Aco Nur di BCA. Nomor rekeningnya 6840184160. Dalam suratnya tersebut, Aconur memastikan bahwa nomor rekening tersebut palsu. Aksi itu adalah pemalsuan yang dilakukan orang yang tidak bertanggung jawab.
Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman tak sepenuhnya yakin pelaku pemerasan adalah orang luar pengadilan. Setidaknya pelakunya adalah orang dekat dari lingkaran (pengadilan) itu, kata Boyamin lewat telepon, Rabu (11/3).
Boyamin yang juga berprofesi sebagai advokat itu menuturkan, biasanya para pencari keadilan akan mencantumkan nomor telepon di dalam berkas perkara seperti gugatan, memori banding dan lain sebagaina. Nah, pelaku tahu dari mana nomor telepon kita kalau bukan dari orang dalam pengadilan? Jangan-jangan memang sebenarnya pejabat pengadilan yang meng-obyek.
Aksi pemerasan mengatasnamakan pejabat pengadilan ternyata bukan hanya menimpa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Zahlul Rabain. Aksi serupa sudah menyebar hingga ke pinggiran Jakarta. Misalnya ke Pengadilan Negeri (PN) Depok.
Ketua PN Depok Suwidya mengakui ada beberapa korban yang tertipu aksi pemerasan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Pelaku mengatasnamakan pejabat pengadilan dan memeras orang-orang tertentu dengan janji memenangkan perkara. Ada (korban –red) yang datang langsung ke sini, kata Suwidya saat ditemui di PN Depok, Rabu (11/3).
Suwidya meminta para pencari keadilan tidak gampang terpengaruh oleh telepon dari orang-orang yang mengaku sebagai Ketua PN Depok atau pejabat pengadilan dan meminta sejumlah uang. Ia memastikan telepon tersebut bukan dari dirinya atau pejabat lain di lingkungan PN Depok. Permintaan Suwidya juga dituangkan ke dalam pengumuman yang disebar di lingkungan PN Depok. Berhati-hati apabila menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai pejabat pengadilan dan meminta sejumlah uang. Hal tersebut adalah tidak benar, begitu antara lain bunyi himbauan yang dibuat Suwidya sejak 10 Februari lalu.
Selain menghimbau agar tidak terpengaruh, Suwidya meminta para pencari keadilan melaporkan setiap aksi pemerasan atau penipuan tersebut ke polisi agar proses penyidikan dapat berjalan cepat. Dalam hal ini, pencari keadilan diminta mencatat nomor telepon dan nomor rekening yang disebut-sebut pelaku pemerasan. Ia meminta laporan ke polisi ditembuskan ke PN Depok.