Perpu Penundaan Keberlakuan UU Ketenagakerjaan akan Ditetapkan Menjadi UU
Berita

Perpu Penundaan Keberlakuan UU Ketenagakerjaan akan Ditetapkan Menjadi UU

Jakarta, hukumonline. Diam-diam pemerintah saat ini sudah merampungkan Rancangan Undang-undang (RUU) untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang mengatur penundaan keberlakuan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan menjadi UU.

Oleh:
Bam
Bacaan 2 Menit
Perpu Penundaan Keberlakuan UU Ketenagakerjaan akan Ditetapkan Menjadi UU
Hukumonline

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang sudah disahkan pada 3 Oktober 1997 harus mengalami lagi penundaan keberlakuan. Setelah sebelumnya UU Nomor 25 Tahun 1997 itu ditunda  keberlakuannya sampai 1 Oktober 2000 berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1998, kini UU itu pun harus ditunda lagi sampai 1 Oktober 2002 berdasarkan Perpu Nomor 3 Tahun 2000.

Perpu penundaan itu pun kini akan ditetapkan menjadi UU. RUU penetapan Perpu tersebut untuk menjadi UU kini sudah rampung dan sudah berada di sekretariat negara. Sebelum dua penundaan itu, di dalam ketentuan Pasal 199 UU Nomor 25 Tahun 1997 sendiri dinyatakan UU tersebut berlaku pada 1 Oktober 1998, atau satu tahun sejak disahkan.

UU Kontroversi

Memang, UU Nomor 25 Tahun 1997 merupakan UU yang penuh dengan kontroversi, sebagaimana RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi harus ditunda pengesahannya.

UU Nomor 25 Tahun 1997 itu memang sudah menjadi kontroversi sejak pembahasannya. Gelombang unjuk rasa memprotes pembahasan dan upaya pembentukannya pun marak digelar. UU itu dianggap berbahaya bagi buruh untuk dapat memperjuangkan hak-haknya.

UU yang disahkan oleh Soeharto, Presiden Orde Baru, itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengatur pembentukan serikat buruh. Sementara aspek yang dianggap paling merugikan dari UU tersebut adalah pemberian kuasa yang besar kepada majikan atau pengusaha untuk mem-PHK buruh.

Meskipun UU Nomor 25 Tahun 1997 sudah disahkan, tetapi UU tersebut tidak memiliki daya guna atau daya bekerja (efficacy). Daya laku (validity/geltung) UU Nomor 25 Tahun 1997 harus berhadapan dengan penolakan keras masyarakat, sehingga UU tersebut tidak dapat bekerja atau berdaya guna secara efektif.

Selain permasalahan substansinya yang kontroversial, UU Nomor 25 Tahun 1997 ini pun bermasalah dalam pendanaan pembentukannya. UU ini disinyalir telah menghabiskan Rp5,1 miliar yang diambil dari dana jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) oleh Menteri Tenaga Kerja saat itu Abdul Latief.

Halaman Selanjutnya:
Tags: