Mardjono Reksodiputro: Hakim Bukan Terompet UU
Berita

Mardjono Reksodiputro: Hakim Bukan Terompet UU

Jakarta, hukumonline.Memang berat menjadi hakim. Untuk itu sebagai ujung tombak penegakan hukum, hakim harus selalu meningkatkan kemampuannya dalam menemukan hukum, tentunya dengan hati nurani yang bersih. Mampukah?

Muk/Bam
Bacaan 2 Menit
Mardjono Reksodiputro: Hakim Bukan Terompet UU
Hukumonline

Tuntutan terhadap hakim itu dinyatakan oleh Prof DR Mardjono Reksodiputro pada suatu debat terbuka mengenai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional di Jakarta Selasa (7/11). Mardjono juga mengungkapkan, hakim harus melepaskan atribut dirinya dari perangkap-perangkap legal formalistis, serta harus mampu menggali makna keadilan yang sebenarnya.

 Hakim bukanlah terompet Undang-undang (UU), apalagi jika Rancangan KUHP Nasional disetujui oleh DPR untuk disahkan," papar Mardjono. Sebagaimana diketahui, di dalam ketentuan pasal 16 Rancangan KUHP Nasional dinyatakan "Dalam mempertimbangkan hukum yang akan diterapkan, hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum."

Di dalam penjelasan pasal itu disebutkan: "Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktek hukum. Suatu peraturan hukum yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum, maka semakin besar pula kemungkinan aspek keadilan terdesak."

Dalam penjelasan itu selanjutnya disebutkan: "Ketidaksempurnaan peraturan hukum ini, dalam praktek dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran atas peraturan hukum tersebut dalam penerapannya pada kejadian konkret. Apabila dalam penerapan dalam kejadian konkret, keadilan dan kepastian  hukum saling mendesak, maka hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum."

Kemampuan tafsirkan UU

Menurut Mardjono, hakim juga harus mampu menafsirkan pengertian di dalam UU dan mengaplikasikannya dalam suatu kasus yang khusus. Hal ini diperlukan, papar Mardjono, karena sebenarnya tidak pernah ada dua kasus yang sama, selalu ada faktor-faktor tertentu yang menjadi pembedanya.

Untuk itu, menurut Mardjono, dalam mengaplikasikan penafsiran tersebut dalam suatu perkara, hakim akan membuat pertimbangan-pertimbangan hukum yang berdasarkan  rasa keadilan.

"Namun sayangnya, kekurangan yang ada pada hakim di Indonesia adalah hakim tidak terbiasa untuk menuliskan dengan baik legal reasoning-nya  tentang bagaimana dia menerjemahkan aplikasi suatu norma hukum atau perundang-undangan dalam suatu kasus yang menjadikannya sampai pada  kesimpulan  hukum dan putusannya," keluh Mardjono.

Tags: