ITLOS Bisa Menjadi Altenatif Penyelesaian Sengketa Wilayah Laut
Utama

ITLOS Bisa Menjadi Altenatif Penyelesaian Sengketa Wilayah Laut

Selain waktu penyelesaian sengketa bisa lebih cepat, hakim-hakim yang ada di lembaga tersebut dinilai lebih mumpuni.

Gie
Bacaan 2 Menit
ITLOS Bisa Menjadi Altenatif Penyelesaian Sengketa Wilayah Laut
Hukumonline
Batas antar negara yang dipisahkan oleh perairan berpotensi menimbulkan sengketa kelautan. Walaupun Konvensi Hukum Laut Internasional telah ditanngani oleh 147 negara dan 1 organisasi, yaitu Komunitas Eropa, namun perselisihan batas negara yang mengarah pada sengketa hukum laut masih saja bisa terjadi. Seperti yang  dialami  Indonesia-Malaysia, yang tengah bersitegang mengenai blok Ambalat di perairan Sulawesi. Indonesia dan Malaysia adalah penanngan konvensi tersebut.

Dalam pembicaraanya dengan hukumonline (8/3), Havas menyebutkan keputusan memilih forum ICJ datang dari mantan Presiden Suharto pada waktu itu. Deplu dalam urusan tersebut tidak mengetahui atau berwenang memutuskan dimana sengketa itu harus diselesaikan, jelas Havaz.

Selain ICJ, sebenarnya terdapat pengadilan internasional yang lebih khusus untuk menangani sengketa hukum laut.  Pengadilan khusus tersebut adalah International Tribunal Law of The Sea (ITLOS) yang berkedudukan di Hamburg, Jerman.

Berbicara tentang ITLOS, pakar hukum laut dari Universitas Padjadjaran Etty Agoes mengatakan perkembangan dari pengadilan ini cukup bagus. Untuk beberapa hal, Etty menilai ITLOS memiliki kelebihan dibanding ICJ.

Ia mencontohkan sengketa Sipadan Ligitan yang penyelesaiannya di ICJ memakan waktu lama. Pada waktu itu, Indonesia harus menunggu giliran kasus lain di ICJ selesai diperiksa. Sedangkan di ITLOS, karena khusus menangani sengketa yang berhubungan dengan kelautan, maka otomatis penyelesaiannya akan lebih cepat.

Havaz juga mengakui, ITLOS memang merupakan badan penyelesaian sengketa yang seyogianya dipertimbangkan penyelesaian sengketa hukum laut. Hanya saja ia kembali mengingatkan, pemilihan forum penyelesaian sengketa batas wilayah juga dipengaruhi nuansa politis.

Zona Ekonomi Eksklusif

Disebutkan dalam situs www.itlos.org, ITLOS memiliki 21 hakim yang berasal dari berbagai negara. Jatah 21 hakim di ITLOS dibagi berdasarkan keterwakilan georafis. Dimana komposisinya adalah 5 berasal dari Asia, 5 dari Afrika, 3 dari Eropa Barat, 4 dari Amerika Latin dan Karibia serta 4 dari Eropa Timur dan negara lainnya. Sayangnya, sampai hari ini belum ada hakim yang berasal dari Indonesia untuk duduk di ITLOS.

Belum genap satu dekade berdiri, ITLOS sendiri sudah menerima 13 kasus sengketa hukum laut internasional. Malaysia pun pernah menyelesaikan sengketanya dengan Singapura soal land reclamation pada 2003.

Sampai saat ini, sengketa masuk ke ITLOS, lebih banyak mengenai masalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun, tidak semua kasus hanya menyangkut soal ZEE saja. Misalnya ada kasus tentang eksploitasi ikan todak (swordfish) di Lautan Pasifik dimana kasus ini diajukan oleh Komunitas Eropa melawan Chili.

Sejumlah negara seperti Perancis, Inggris, Yaman, Jepang, Panama, New Zealand dan Australia memilih ITLOS untuk menyelesaikan sengketa kelautan mereka.

Melihat dari ragam kasus yang diselesaikan oleh ITLOS, maka menurut Etty, ITLOS bisa menjadi tempat penyelesaian sengketa pilihan untuk kasus Indonesia Malaysia dalam perebutan blok Ambalat. Termasuk apabila di dalam sengketa tersebut lebih banyak muatannya tentang landas kontinen.

datadata

Upaya penyelesaian konflik hukum laut umumnya berujung di meja perundingan. Dosen hukum internasional dari Universitas Indonesia, Sidik Suraputra mengemukakan, sengketa yang berhubungan dengan batas wilayah diselesaikan terlebih dahulu lewat jalur diplomasi.

Perkara ini (batas wilayah-red) sangatlah sensitif, ujar Sidik kepada hukumonline (8/3). Ia menyarankan agar perselisihan dua negara serumpun ini diselesaikan secara damai. Selain upaya bilateral, menurutnya dapat pula dilakukan dengan menempuh jalur arbitrase.

Pada kenyataannya, tidak sedikit sengketa batas laut yang diselesaikan melalui jalur litigasi. Seperti halnya perseteruan beberapa tahun lalu antara Indonesia-Malaysia mengenai pulau Sipadan Ligitan. Keduanya kemudian sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut ke International Court of Justice (ICJ).

Mengenai sengketa Sipadan Ligitan ini, Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Teritorial Departemen Luar Negeri, Ariv Havas Oegroseno, menuturkan pemilihan forum ICJ untuk menyelesaikan sengketa Sipadan Ligitan lebih ke arah politis.

Tags: