Upaya Hukum terhadap Penetapan Pengadilan Negeri Jadi Perdebatan
Utama

Upaya Hukum terhadap Penetapan Pengadilan Negeri Jadi Perdebatan

Polemik muncul seputar upaya hukum terhadap penetapan pengadilan negeri. Apakah diajukan ke pengadilan tinggi atau Mahkamah Agung?

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Upaya Hukum terhadap Penetapan Pengadilan Negeri Jadi Perdebatan
Hukumonline

Sesuai ketentuan Pasal 53 ayat(2) UU No.8/2004 tentang Peradilan Umum, Lucas berkeyakinan bahwa pengadilan tinggi selaku voorpost (pengawas) MA  bisa membatalkan penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri.  

Pasal 53

 (2)     Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Tinggi di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Negeri dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.

Lucas pribadi berpendapat, berdasarkan hukum acara, tidak ada lagi upaya hukum terhadap penetapan pengadilan tinggi. Menurutnya, penetapan pengadilan tinggi bersifat final dan mengikat. Ini bukan perkara, hanya masalah kesalahan prosedur, tegasnya kepada hukumonline.

Di sisi lain, menurut kuasa hukum Deutsche Bank Amir Syamsuddin, permohonan penetapan yang diajukan oleh kliennya bukanlah mengenai eksekusi gadai saham. Hanya penegasan atas perjanjian yang telah disepakati, termasuk di dalamnya klausula kuasa menjual saham yang digadaikan, ungkapnya.

Mengenai fungsi voorpost  MA oleh pengadilan tinggi yang dijadikan dasar membatalkan penetapan pengadilan negeri dinilainya tidak tepat.  Kami telah ajukan keberatan ke MA pada hari Kamis lalu (10/3). Seharusnya kami dipanggil (oleh pengadilan tinggi) seandainya penetapan dibatalkan, tukas Amir, saat dihubungi hukumonline, Sabtu (12/3).

Sepengetahuan Amir,  beberapa tahun lalu pengadilan tinggi pernah menangani perkara serupa, saat ada keberatan terhadap penetapan mengenai eksekusi hak tanggungan PT Rivan, yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan. Dalam menangani keberatan tersebut, pengadilan tinggi memanggil dan memeriksa para pihak sebelum mengeluarkan penetapan.

Kuasa hukum Deutsche Bank lainnya, Aji Sekarmaji menandaskan bahwa upaya hukum atas suatu penetapan, seharusnya adalah perlawanan atau keberatan ke MA. Namun, Aji tidak terlalu ambil pusing dengan pembatalan penetapan tersebut.

Kalau mereka tidak mau sahamnya dijual, bayar dulu utangnya. Yang penting dia (debitor,red) memenuhi utangnya. Tidak masalah kalau sahamnya harus dikembalikan, cetus Aji.

Batal Demi hukum

Dimintai pendapatnya mengenai upaya hukum terhadap penetapan pengadilan negeri—tidak terkait dengan permasalahan eksekusi gadai saham Swabara dan Asminco--Ketua Muda Bidang Perdata MA, Harifin A. Tumpa punya pandangan sendiri.

Jadi kalau ada kesalahan prosedur, tanpa dibatalkan saja, itu sudah batal demi hukum. Penetapan dari pengadilan tinggi itu hanya sebagai bukti bahwa penetapan di pengadilan negeri adalah batal demi hukum. Tapi kalau penetapan itu tidak batal demi hukum, artinya ada perselisihan mengenai pokok perkara itu, maka upaya hukumnya adalah kasasi, terangnya.

Mengenai kewenangan pengadilan tinggi dalam rangka pengawasan, lanjut Harifin, pengadilan yang berada di atasnya berwenang mengawasi tingkah laku yang dilakukan hakim bawahan. Harifin berpegangan padaPasal 30 UU No. 5/2004 tentang MA.  

Pasal 30

(1)    Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

a.      tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b.      salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c.       lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Keberatan ke MA

Lain halnya dengan pendapat seorang mantan hakim pengadilan tinggi yang tidak mau disebut namanya. Kata dia, prinsip umum dari upaya hukum suatu penetapan adalah kasasi, kecuali ditentukan lain, seperti penetapan mengenai perwalian dalam perceraian, yang diatur dalam Buku pertama KUH Perdata.

Mengenai voorpost MA, pengadilan tinggi hanya memberikan pengarahan, tapi tidak membatalkan penetapan pengadilan negeri. Apabila ada kesalahan pada penetapan di PN, hanya dilaporkan ke MA, serta menunda eksekusinya, paparnya.   

Berdasarkan catatan hukumonline, permasalahan serupa mengenai penetapan pernah terjadi tahun 2003. Ketika itu, PN Padang mengeluarkan penetapan yang membatalkan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Semen Padang, dengan alasan PT Semen Gresik Tbk—pemegang saham mayoritas Semen Padang--telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Dinilai tidak berdasarkan kewenanganya, lantas penetapan inipun diajukan keberatan ke MA. Selanjutnya, MA pun membatalkan penetapan tersebut. Menurut kuasa hukum Semen Gresik, dasar hukum yang digunakan dalam pengajuan kasasi ini adalah Pasal 30 UU No. 14/1985 tentang MA.

Isu hukum dibalik perselisihan eksekusi gadai saham PT Swabara Mining Energy (Swabara) dan PT Asminco Bara Utama (Asminco) oleh Deutsche Bank seolah-olah memang tidak ada habisnya. Kali ini yang menjadi perdebatan adalah upaya hukum terhadap penetapan pengadilan negeri. Sebagaimana diberitakan hukumonline sebelumnya, penetapan eksekusi gadai saham Swabara dan Asminco tahun 2001 dan 2002 mengakibatkan perselisihan, setelah Pengadilan Tinggi Jakarta pada 25 Februari lalu membatalkan penetapan yang diajukan oleh Deutsche Bank. Pasalnya, pengadilan tinggi menilai penetapan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan itu, tidak sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

Persoalan ini bermula ketika Asminco dan penjaminnya, Becket Pte, tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kredit terhadap Deutsche Bank, yang telah jatuh tempo. Menurut versi Deutsche Bank, berdasarkan perjanjian mereka dapat mengeksekusi gadai saham Swabara dan Asminco yang dijadikan sebagai jaminan apabila Asminco  wanprestasi. Kedudukan Swabara disini adalah sebagai pemegang saham Asminco, yang sahamnya ikut digadaikan.

Pada Februari lalu, Becket, yang juga merupakan pemegang saham Swabara, mengajukan permohonan pembatalan ke pengadilan tinggi terhadap penetapan eksekusi saham yang dikeluarkan PN Jaksel. Menurut Lucas, kuasa hukum Becket, penetapan ini di luar kewenangan PN.

Lucas mendasarkan argumennya pada ketentuan buku II Pedoman Mahkamah Agung tentang Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. Dari sinilah dia bertitik tolak bahwa permasalahan eksekusi gadai saham ini berada dalam yurisdiksi kontinjensi. Artinya, harus diselesaikan melalui gugatan--karena ada pihak yang berselisih--bukan melalui permohonan, yang merupakan yurisdiksi volunter.

Halaman Selanjutnya:
Tags: