APBN 2006, Pemerintah dan DPR Abaikan Putusan MK
Utama

APBN 2006, Pemerintah dan DPR Abaikan Putusan MK

Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, anggaran pendidikan 20 persen tidak boleh ditunda-tunda. Faktanya, APBN 2006 cuma menganggarkan sebesar 8,1 persen.

Mys
Bacaan 2 Menit
APBN 2006, Pemerintah dan DPR Abaikan Putusan MK
Hukumonline

 

Namun pengamat pendidikan Darmaningtyas berpendapat, masalahnya bukan terletak pada pemenuhan kewajiban 20 persen anggaran pendidikan. Kalaupun misalnya DPR dan Pemerintah memenuhi prosentase minimum itu, kalau manajemen internal Depdiknas dalam pengelolaan dana belum beres, dana besar itu justeru akan membuka peluang korupsi yang lebih besar. Masalahnya bukan pada besar kecilnya anggaran, tetapi pada kemampuan manajerial dana di Depdiknas, ujarnya saat dihubungi hukumonline.

 

Dana yang telah disetujui Panitia Anggaran DPR saat ini pun, kata Darmaningtyas, belum tentu habis. Jadi, pemenuhannya bisa dilakukan secara bertahap sambil melakukan pembenahan manajemen internal. Begitu manejerial dana rampung, pemenuhan anggaran 20 persen perlu diadvokasi.

 

Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie pun sudah mempersilakan masyarakat yang ingin menggugat APBN 2006 terkait dengan tidak dipenuhinya anggaran pendidikan minimal 20 persen.

Panitia Anggaran DPR hanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp36 triliun bagi pengembangan sektor pendidikan, atau setara dengan 8,1 persen dari total anggaran yang ada. Anggaran sebanyak itu turun dari target Depdiknas sendiri yang berharap mendapatkan dana Rp48 triliun atau 12 persen. Adakah kemungkinan perubahan pada APBN 2006?

 

Penetapan anggaran pendidikan sebesar 8,1 persen tersebut jelas tidak sesuai ketentuan Konstitusi. Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa Pemerintah harus memprioritaskan pendidikan dengan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN/APBD.

 

Ketentuan itu pun sudah dikuatkan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusannya pada 5 Oktober lalu. Dalam putusan perkara nomor 011/PUU-III/2005 itu, MK berpendapat bahwa pada hakikatnya pelaksanaan Konstitusi tidak boleh ditunda-tunda. Ketentuan anggaran minimal 20 persen dari APBN/APBD itu sudah dinyatakan secara expres verbis, sehingga tidak boleh direduksi oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya. Itu pula sebabnya, MK menyatakan penjelasan pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Betapa tidak, penjelasan pasal 49 ayat (1) malah membuat norma baru, dimana pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen akan dilakukan secara bertahap. Menurut pandangan MK, sektor pendidikan di Indonesia sudah sangat tertinggal. Sehingga sudah waktunya pendidikan harus menjadi prioritas utama pembangunan.

 

Jauhnya prosentase anggaran pendidikan yang disetujui Panitia Anggaran DPR dengan prosentase yang diwajibkan Konstitusi dinilai Ading Sutisna sebagai bentuk rendahnya komitmen DPR dan Pemerintah terhadap dunia pendidikan. Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat untuk Peningkatan Pendidikan Indonesia (LSM-PPI) itu menilai penetapan anggaran 8,1 persen itu sebagai ‘kebijakan yang tidak menarik'. Kalau memang ada komitmen dan political will Pemerintah dan DPR memiliki otoritas untuk memenuhi anggaran pendidikan 20 persen.

Tags: