Jaksa Agung: Hukuman Mati Bukan Isu HAM
Berita

Jaksa Agung: Hukuman Mati Bukan Isu HAM

Penegakan hukum pun tidak bisa dilakukan dengan membabi buta. Aspek HAM juga harus diperhatikan. Kalau membabi buta, sama saja dengan hukum rimba.

Oleh:
Rzk-M-5
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung: Hukuman Mati Bukan Isu HAM
Hukumonline

 

Ifdal menambahkan sebagai negara yang meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), Indonesia semestinya tidak menerapkan hukuman mati karena hal tersebut bertentangan dengan penghormatan terhadap hak atas hidup yang tercantum dalam ICCPR.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, ICCPR memang di satu sisi memuat ketentuan mengenai penghormatan terhadap hak atas hidup. Namun di sisi lain, ICCPR juga tidak melarang secara tegas penerapan hukuman mati. ICCPR justru membuka kemungkinan penerapan hukuman mati secara terbatas yakni hanya untuk kejahatan yang sangat serius dan hanya dapat diterapkan sebagai langkah yang benar-benar terakhir berdasarkan penilaian pengadilan.

 

Article 6

1. Every human being has the inherent right to life. This right shall be protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life.

2. In countries which have not abolished the death penalty, sentence of death may be imposed only for the most serious crimes in accordance with the law in force at the time of the commission of the crime and not contrary to the provisions of the present Covenant and to the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. This penalty can only be carried out pursuant to a final judgement rendered by a competent court.

 

Larangan penerapan hukuman mati diatur secara terpisah dalam Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, Aiming at the Abolition of the Death Penalty. Berdasarkan data negara-negara yang telah meratifikasi protocol ini per 8 Mei 2006, Indonesia belum meratifikasi.

 

Melalui UU No. 12/2005, Indonesia memang baru meratifikasi ICCPR yang disertai dengan declaration (pernyataan, red.) terhadap Pasal 1 konvensi tersebut yang mencantumkan asas ­self determination (hak untuk menentukan nasib sendiri, red.).

Perdebatan mengenai penerapan hukuman mati di Indonesia memang perdebatan yang tak ada ujungnya. Sejauh ini pihak Pemerintah Indonesia tetap bersikukuh akan tetap menerapkan hukuman mati demi meminimalisir kejahatan-kejahatan kelas berat. Sementara, kalangan yang kontra tetap berjuang agar Indonesia menghapuskan sistem hukuman mati karena dianggap tidak sesuai prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

 

Salah satu yang bersikap pro dari pihak pemerintah adalah Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam konferensi pers Jum'at lalu (7/7), Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan penerapan hukuman mati tidak ada kaitannya dengan HAM sebagaimana selama ini didengung-dengungkan oleh kalangan yang kontra. Hukuman mati, menurut hemat kami, tidak ada sangkut-pautnya dengan isu hak asasi sebab semua hukuman itu pada dasarnya merampas hak asasi orang, ujar Jaksa Agung.

 

Lebih lanjut, Jaksa Agung berpendapat hukuman mati adalah murni urusan penegakkan hukum. Hukuman mati tidak bisa dikatakan bertentangan dengan HAM karena negara akan menghukum mati tentunya apabila yang bersangkutan telah menempuh segala jalur hukum yang telah ditentukan. Kalau orang tidak salah tidak diadili terus ditembak kayak jaman petrus (penembak misterius, red.) dulu, itu baru melanggar hak asasi, tambahnya.

 

Secara implisit, Jaksa Agung mengatakan walaupun Indonesia menerapkan hukuman mati tetapi bukan berarti nilai-nilai kemanusiaan dikesampingkan. Ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia disamping memuat sistem hukuman mati, juga memuat ‘fasilitas' berupa upaya-upaya hukum seperti banding, kasasi, peninjauan kembali ataupun grasi, yang memungkinkan terpidana mati lepas dari hukuman mati. Bahkan ada (terpidana mati, red.) yang menunggu grasi ketiga yang sebetulnya sama sekali tidak dikenal dalam undang-undang, tukasnya. 

 

Ketentuan internasional

Menanggapi pernyataan Jaksa Agung tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (Elsam) dihubungi via telepon (8/7) mengatakan Jaksa Agung salah kaprah. Menurut Ifdal, hukuman mati jelas erat kaitannya dengan HAM karena menyangkut hak hidup manusia. Hukum tidak semata-mata berkaitan dengan penegakan hukum tetapi juga dengan nilai keadilan, hal mana terkandung dalam nilai-nilai HAM. Penegakan hukum pun tidak bisa dilakukan dengan membabi buta tetapi harus memperhatikan aspek lain seperti salah satunya HAM. Kalau membabi buta, sama saja dengan hukum rimba, kata Ifdal.

Tags: