Asuransi Kecelakaan Transportasi Belum Mendorong Budaya Safety
Berita

Asuransi Kecelakaan Transportasi Belum Mendorong Budaya Safety

Human error adalah faktor penyebab utama kecelakaan transportasi. Sayang, asuransi kecelakaan transportasi di Indonesia belum digarap secara maksimal.

M-3
Bacaan 2 Menit
Asuransi Kecelakaan Transportasi Belum Mendorong Budaya <i>Safety</i>
Hukumonline

 

Di sini, Gerry melakukan pembedaan antara monopoli yang diberikan oleh undang-undang dengan monopoli yang dilarang oleh undang-undang. Jasa Raharja memang merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang asuransi yang diperbolehkan menutup asuransi dengan semua penumpang alat transportasi publik dan semua pengguna jalan lainnya. Sayang, Gerry tidak menyinggung banyak tentang status perusahaan Asuransi Jasa Raharja sekarang. Jasa Raharja kini berstatus perseroan, sehingga lebih dikenal sebagai PT Jasa Raharja (Persero). PP No. 39 Tahun 1980 mengalihkan bentuk perusahaan umum menjadi persero.

 

Monopoli alamiah Asuransi Jasa Raharja diberikan oleh UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu-lintas Jalan. Berdasarkan aturan ini sejatinya penumpang ojek pun bisa ditanggung resiko kecelakaannya. Penumpang ojek hanya ditanggung jika bukan ojeknya yang menyebabkan kecelakaan, cetus Zoelkarnain Oeyoeb, Staf Ahli Menhub Bidang Regulasi dan Keselamatan Perhubungan. Biaya yang digunakan untuk menanggung subjek dari UU No. 34 Tahun 1964 diambil dari 'sumbangan wajib' yang dipungut setiap tahun bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor.

 

Tapi praktek tidak seindah teori. Prof Oetarjo Diran mengenang pengalamannya ketika bertemu seorang korban kecelakaan yang harus menunggu keluarganya di Surabaya untuk membayar obat. Seharusnya, yang seperti ini sudah dapat di-cover oleh JR, kritik mantan Guru Besar Institut Teknologi Bandung ini.

 

Tidak hanya itu, Prof Oetarjo juga menjelaskan rendahnya penggunaan asuransi di Indonesia disebabkan oleh budaya pasrah pada nasib. Setiap kali kecelakaan yang disalahkan nasib, katanya. Karena itu, penegakan ketertiban yang tegas harus dilakukan. Mengambil contoh kebiasaan menumpang di atap kereta api, Prof Oetarjo setuju aparat harus lebih tegas lagi.

 

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kesalahan manusia menjadi faktor penting penyebab kecelakaan baik di darat dan laut maupun udara. Wakil Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), M. Yusuf, mengungkapkan, setiap hari rata-rata 30 orang meninggal di jalanan. Di laut, dari 125 kali kecelakaan sepanjang tahun 2005, 45 persen disebabkan faktor manusia. Pada tahun yang sama, 60 persen penyebab 30 kali kecelakaan transportasi adalah manusia. Human error menyumbang lebih dari 85 persen dari semua kecelakaan transportasi, kata Yusuf di sela-sela Seminar Nasional Tragedi Transportasi dan Peranan Asuransi di Jakarta, pekan lalu.

 

Ironisnya, yang paling banyak menderita akibat kecelakaan transportasi adalah juga manusia. Yusuf menambahkan, 60 persen keluarga korban mengalami penurunan tingkat kesejahteraan pasca kecelakaan. Sebab, sebagian besar korban kecelakaan adalah pencari nafkah dalam keluarga. Di sinilah menurut Yusuf penting usaha asuransi. Perusahaan asuransi diyakini Yusuf bisa mendorong tumbuhnya budaya safety.

 

Di Indonesia, budaya safety belum memasyarakat. Setidaknya begitulah pandangan Gerry Murphy.  Director of Training, South-East Consortium for International Development itu menilai pelayanan asuransi transportasi publik di Indonesia masih buruk sehingga kurang mendukung pertumbuhan budaya safety. Padahal Gerry yakin perusahaan-perusahaan asuransi yang bergerak di bidang transportasi memiliki peran penting menciptakan budaya yang mengutamakan keselamatan. Perusahaan asuransi mendorong pemegang polis untuk memaksimalkan keamanan, jelasnya.

 

Tanpa usaha terbaik pemegang polis untuk menghindarkan kecelakaan maka ganti rugi tidak akan diterima. Karena itu, perusahaan asuransilah yang memacu banyak inovasi perlengkapan keselamatan kendaraan seperti sit-belt. Masalahnya, menurut Gerry, perusahaan asuransi yang menanggung resiko kecelakaan transportasi massal di Indonesia beriklim 'monopoli'. Asuransi Jasa Raharja menjadi satu-satunya perusahaan yang menutup resiko kecelakaan transportasi massal.

Halaman Selanjutnya:
Tags: