Pembuktian Utang Tidak Sumir, Great River Tak Jadi Pailit
Berita

Pembuktian Utang Tidak Sumir, Great River Tak Jadi Pailit

Hakim memandang perlu ada putusan PHI.. Padahal utang yang diajukan buruh hanya gaji yang seharusnya masuk dapat dibuktikan secara sederhana.

Kml
Bacaan 2 Menit
Pembuktian Utang Tidak Sumir, Great River Tak Jadi Pailit
Hukumonline

 

Pembuktian gaji sederhana

Pakar Hukum Kepailitan Ricardo Simanjuntak tidak setuju. Seharusnya hakim mengabulkan permohonan pailit pekerja, saat diminta pendapatnya atas putusan. Menurutnya kedudukan sebagai kreditur jelas dan utang tersebut jelas dan dapat dibuktikan secara sederhana. Menurut Ricardo, karena alasan pailit pemohon ialah gaji yang tidak dibayar, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan di PHI. Apabila pesangon yang dipermasalahkan, baru dapat diperdebatkan karena statusnya belum di PHK.

 

Pertimbangan penolakan hakim hanya fit (pas, tepat-red) terhadap tagihan yang didasarkan atas hak-hak setelah PHK, dimana dia belum PHK. Tapi dalam hal ini permohonan pailit akibat gaji yang belum ia bayar tidak ada hubungannya dengan pengadilan hubungan industrial jelas Ricardo.

 

Ia kemudian menambahkan bahwa dalam penagihan, jumlah tidak dipersoalkan, sepanjang tagihan sudah lahir. Jadi pengadilan tidak akan pernah mengatakan  jumlahnya. Ricardo mencontohkan putusan pailit atas Prudential. Perusahaan asuransi ini dimohonkan pailit berdasarkan utang sebesar lebih dari 300 miliar, tetapi yang terbukti jatuh tempo dan dapat ditagih cuma Rp1,4 miliar yang terbukti, dan perusahan tersebut pun jatuh pailit.     

 

Bukan pesangon

Darwin Aritonang, kuasa hukum pekerja, keberatan atas putusan hakim. Menurutnya semua sudah jelas karena ini soal gaji yang pembuktiannya sangat sederhana. Utang sudah jelas, hak tagihnya juga jatuh tempo. Kita tidak membicarakan pesangon, karena memang tidak jelas ujarnya. Tambahnya, hal tersebut bukan perselisihan hak.

 

Masih menurut Darwin, kuasa GRI juga tidak pernah membantah dalil pekerja yang menetapkan gaji sebagai utang sesuai UU Kepailitan. Saat itu, menurut Darwin alasan GRI cuma permohonan tersebut tak masuk akal karena. lima orang yang mengajukan pailit dapat mengorbankan sekian ribu orang.

 

Sementara itu, kuasa hukum GRI dalam perkara palilit sekaligus hubungan industrial Endang Susilowati menyatakan putusan sudah sangat tepat. Baginya hak yang timbul akibat hubungan kerja masuknya ke PHI. Selain itu ia mengklaim permohonan pailit kontra produktif dengan keinginan mayoritas karyawan.  Bukti-bukti lain yang dia ajukan itu kartu Jamsostek, struk upah, dan kesediaan kurator, itu saja tandasnya.

 

Saat ditanya hukumonline apakah pembuktian dengan gaji merupakan pembuktian sederhana dia menjawab Jelas tidak sederhana. Sayang ia tak menjelaskan lebih lanjut argumennya.

Permohonan pailit oleh lima karyawan PT Great River International (GRI) kandas di tangan majelis hakim Pengadilan Niaga (27/06). Permohonan ditolak dengan alasan salah satu syarat pailit, yaitu kedudukan karyawan sebagai kreditur dan keberadaan utang GRI sebagai, tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Menurut hakim, persoalan hak perlu dibuktikan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terlebih dahulu.

 

Permohonan pailit diajukan karyawan berdasarkan gaji dan tunjangan yang belum dibayar GRI sejak Juli 2006 sebesar Rp46,5 juta. Memang status karyawan GRI saat ini masih menggantung. Sebab, belum ada putusan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pihak GRI maupun pengadilan. Menurut Syafrudin, salah satu pemohon yang dulu bekerja pabrik GRI di Cibinong, gugatan PHK sedang diajukan di PHI Bandung.

 

Selain mendasarkan pembuktian pada bukti kartu tanda karyawan dan struk upah, permohonan pailit karyawan juga menggunakan anjuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Kabupaten Bogor tertanggal 9 April 2007, yang menjelaskan sisa upah dan tunjangan hari raya (THR) yang belum dibayar.

 

Ketua majelis Zulfahmi beralasan permohonan harus ditolak karena posisi pemohon sebagai kreditur, serta jumlah upah dan hak-hak lain yang harus diterima pemohon tidak jelas. Hakim berkesimpulan, pembuktian adanya utang tidak sederhana dan butuh pembuktian lebih lanjut.

 

Selain itu, hakim juga memandang pembuktian utang ini bukan merupakan kompetensi Pengadilan Niaga, melainkan harus melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan Industrial. Lanjutnya, perselisihan tersebut ialah perselisihan hak sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

 

Kalau melihat logika hakim, dapat diambil kesimpulan mereka hanya akan mengizinkan permohonan pailit pekerja yang telah mendapatkan putusan PHK baik dari lembaga PPHI maupun pengusaha tanpa ada pembayaran gaji atau hak lainnya.

Tags: