Meneg LH: Penaatan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Belum Maksimal
Berita

Meneg LH: Penaatan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Belum Maksimal

Dana deposit lingkungan terbukti berhasil di sejumlah negara seperi Kanada, Amerika Serikat, dan Belanda.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Meneg LH: Penaatan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Belum Maksimal
Hukumonline

 

Tidak hanya itu, Meneg LH juga berjanji akan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka koordinasi, komunikasi, dan tukar informasi penaatan dan penegakan hukum lingkungan hidup Indonesia. Mengingat berbagai permasalahan dan kendala yang kita alami selama ini, tidak berlebihan kalau saya kemukakan bahwa perjalanan untuk mewujudkan suatu sistem penegakan dan penaatan hukum lingkungan yang komprehensif masih cukup panjang, jelasnya.

 

Lemah sosialisasi

Sementara itu, Deputi V bidang Penaatan Lingkungan Hoetomo lebih menyoroti lemahnya sosialisasi kebijakan penegakan hukum lingkungan di tingkat daerah. Hoetomo mengaku seringkali mendapati ada sejumlah daerah, baik itu pejabat maupun masyarakat setempat. Hoetomo mencontohkan pelaksanaan program One Roof Enforcement System (ORES) yang digulirkan sejak 30 April 2004.

 

Program yang ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama tiga instansi Meneg LH, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI ini pada prakteknya kurang berjalan maksimal. Masih ditemui kendala sosialisasi terhadap SKB tersebut kurang diketahui oleh sejumlah daerah, tandasnya.

 

Selain sosialisasi, Hoetomo juga mengemukakan permasalahan lain seperti instrumen dan unsur pelaksana yang belum optimal. Dia memandang selama ini sanksi hukum dalam peraturan perundang-undangan lingkungan yang ada belum mampu memberikan efek jera kepada pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.

 

Terkait hal ini, Hoetomo menegaskan perlunya perubahan paradigma bahwa kejahatan lingkungan bukan lagi kejahatan biasa, melainkan extra ordinary crimes (kejahatan luar biasa). Untuk itu, dia berpendapat sudah saatnya kasus-kasus lingkungan hidup ditangani oleh hakim khusus yang bersertifikasi (certified judges). Keberadaan certified judges dirasa perlu karena kasus-kasus lingkungan hidup memiliki karakteristik khusus, yakni menimbulkan dampak yang lama dan melibatkan berbgai disiplin ilmu.

 

Sebenarnya sulit untuk membuat penilaian karena wilayah Indonesia begitu luas, tetapi secara keseluruhan dapat dikatakan kondisi penaatan dan penegakan hukum lingkungan belum optimal, simpulnya.

 

Dana deposit lingkungan

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) sepaham dengan pernyataan yang disampaikan dua pejabat Meneg LH tersebut. Berdasarkan Penilaian Cepat (Rapid Assessment) yang dilakukannya, ICEL menyimpulkan penaatan dan penegakan hukum lingkungan tidak dapat diselesaikan secara parsial, melainkan harus terintegrasi. Oleh karenanya, diperlukan sebuah strategi khusus yang dituangkan dalam kebijakan nasional tentang penaatan dan penegakan hukum lingkungan.

 

ICEL telah merumuskan sejumlah rekomendasi yang disusun secara jangka pendek, menengah, dan panjang. Untuk jangka pendek, selain mengeluarkan kebijakan nasional tentang penaatan dan penegakan hukum lingkungan hidup, ICEL memandang perlu adanya pengembangan kapasitas kelembagaan dan SDM pada instansi terkait pengelolaan lingkungan hidup.

 

Menerapkan kewajiban membayar deposit bagi setiap usaha yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, patut dipertimbangkan sebagai pengembangan sumber dana lingkungan, selain pajak dan denda lingkungan kata Direktur Eksekutif ICEL Rino Subagyo.

 

Model ini, menurut Rino, terbukti berhasil di sejumlah negara seperi Kanada (Super Fund), Amerika Serikat (Dedicated Fund), dan Belanda (Gedogen). Hanya saja, Rino mengingatkan agar sistem deposit ini jangan dijadikan solusi yang berdiri sendiri, harus disertai dengan pengawasan yang efektif. Jangan sampai ini dijadikan tiket buat perusahaan bermodal besar untuk melakukan apa saja terhadap lingkungan di Indonesia, tegasnya.

 

Beberapa rekomendasi lain yang ditawarkan ICEL antara lain, mempercepat revisi UU PLH, integrasi sistem perizinan dan pengawasannya, pengembangan certified judges dan melakukan kajian pembentukan pengadilan khusus lingkungan, dan memperkuat tata kelola pemerintahan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

 

Indonesia, negara yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang berlimpah, masih terus dipusingkan dengan sejumlah permasalahan lingkungan hidup. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang terus terjadi ditenggarai berpangkal pada lemahnya sistem penaatan dan penegakan hukum lingkungan. Kedua hal ini saling berkaitan karena penaatan dalam arti pemenuhan persyaratan-persyaratan lingkungan tidak akan terwujud jika tidak dibarengi dengan upaya penegakan, khususnya oleh pemerintah.

 

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengakui adanya kelemahan tersebut. Dalam acara Workshop Nasional ‘Penaatan dan Penegakan Lingkungan Hidup Di Indonesia' (30/7), Rachmat mengatakan perjalanan panjang upaya mewujudkan suatu lingkungan hidup yang lestari yang dirintis sejak diundangkannya UU Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tahun 1997, belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

 

Peningkatan penaatan dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia sangat diperlukan untuk dapat mengiringi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia, ujar Rachmat dalam sambutannya. Dia menambahkan penaatan dan penegakan hukum lingkungan merupakan elemen penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Tidak maksimalnya peran penaatan dan penegakan hukum lingkungan dapat menghambat pembangunan berkelanjutan di Indonesia.  

 

Rachmat mengidentifikasi upaya penegakan hukum lingkungan seringkali terhambat oleh sejumlah faktor, diantaranya instrumen perizinan, pengawasan maupun instrumen insentif dan disinsentif yang dirasa masih belum maksimal. Untuk itu, Rachmat berkomitmen Meneg LH akan segera dipersiapkan suatu sistem penaatan dan penegakan hukum yang terintegrasi agara dapat meminimalisir hambatan terhadap upaya penegakan hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags: