Meski Sudah Menikah, Usia 18 Tahun Diperlakukan Sebagai Anak
Human Trafficking

Meski Sudah Menikah, Usia 18 Tahun Diperlakukan Sebagai Anak

Bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap anak, seperti hak memberi kesaksian tanpa hadir di persidangan, bisa mereka peroleh.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Meski Sudah Menikah, Usia 18 Tahun Diperlakukan Sebagai Anak
Hukumonline

 

Dalam seminar itu, Dirjen Perlindungan HAM Dephukham Harkristuti Harkrisnowo juga menyatakan persetujuannya atas gagasan memperlakukan orang dewasa karena pernikahan sebagai anak-anak dalam kasus human trafficking. Konsekwensinya antara lain adalah pendampingan sejak dini dan pemberian jaminan untuk terus menjaga hubungan dengan orang tua.

 

Menurut Sofian, perlakuan aparat terhadap korban human trafficking yang sudah pernah menikah tapi belum berusia 18 tahun sebagai orang dewasa menunjukkan masih adanya watak kolonialisme. Pada zaman kolonial, cara ini biasa dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi pelaku yang memanfaatkan anak yang sudah pernah menikah dalam praktek pelacuran. Ini sengaja diciptakan Belanda agar mereka terlindungi dari tuduhan perbuatan cabul. Kacaunya, hal ini masih diwarisi hukum positif kita, tandas Sofian.

 

Setiap orang yang sudah menikah, menurut hukum, sudah dianggap dewasa. Batas usia kedewasaan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak adalah 18 tahun. Begitu seseorang mencapai usia tersebut maka ia dianggap dewasa. Ia juga bisa dianggap dewasa meski belum mencapai 18 tahun asalkan sudah menikah.

 

Batas kedewasaan yang demikian ternyata menjadi problem dalam perlindungan korban kasus-kasus human trafficking. Acapkali ditemukan korban perdagangan manusia belum berusia 18 tahun, tetapi sudah menikah. Status pernikahan itulah yang membuat mereka diperlakukan sebagaimana layaknya orang dewasa. Padahal, psikis mereka masih relatif sama dengan anak-anak pada umumnya.

 

Karena itu, saksi dan korban kejahatan kemanusiaan yang belum berusia 18 tahun harus dikualifisir sebagai anak-anak meskipun mereka sudah berstatus menikah. Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap mereka pun dipersamakan dengan anak-anak. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002, perlindungan khusus diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum, baik yang berkonflik dengan hukum maupun anak korban tindak pidana. Perlindungan atas mereka merupakan tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat.

 

Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan Ahmad Sofian setuju dengan gagasan itu. Dalam Konvensi Hak Anak pun tidak ada disebutkan kalau sudah menikah statusnya otomatis berubah menjadi dewasa, ujarnya.

 

Sofian dimintai tanggapan atas masalah ini mengingat PKPA termasuk lembaga swadaya masyarakat yang beberapa kali memberikan advokasi pada anak-anak korban human trafficking. Pemberian status anak-anak bagi korban yang sudah menikah tapi belum berusia 18 tahun juga mencuat dalam ‘Seminar Nasional Tindak Pidana Perdagangan Orang' di Universitas Pelita Harapan akhir Agustus lalu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: