Biaya Perkara Masuk PNBP Mahkamah Agung
Berita

Biaya Perkara Masuk PNBP Mahkamah Agung

Panitera MA wajib memberitahukan kelebihan biaya perkara kepada para pihak. Jika dalam waktu 180 hari tak diambil, otomatis masuk ke kas negara.

Oleh:
Mon/NNC
Bacaan 2 Menit
Biaya Perkara Masuk PNBP Mahkamah Agung
Hukumonline

 

Menurut Wicipto, sebelumnya aturan PNBP telah diatur dalam PNBP Departemen Hukum dan HAM. Dulu saat MA masih menjadi satu dengan Depkumham, katanya. Namun setelah terpisah dengan Depkumham, aturan PNBP MA belum diperbaiki lagi dan baru sekarang dirancang.

 

Kemajuan

Direktur Eksekutif LeIP, lembaga pemerhati MA, berpendapat materi RPP Biaya perkara seperti disinggung Wicipto menunjukkan beberapa kemajuan. Pertama, ada kejelasan status  dari sisa uang panjar yang tidak diambil pihak dianggap sebagai uang negara. Kedua, ada kejelasan teknis dengan memberikan termin waktu 180 hari, lepas dari itu, uang hangus ke kas negara. Ini sangat penting untuk menentukan mana uang negara, mana uang titipan yang selama ini menjadi perdebatan BPK-MA.

 

Selama ini, MA mendalihkan sisa uang panjar perkara digunakan  subsidi silang bagi perkara lain yang kekurangan biaya. Nah, jika sisa dikembalikan pada negara, kelak bolong-bolong itu berarti harus ditanggung negara. Negara mesti mengalokasikan   pos anggaran baru untuk mengisinya. Di MA juga ada istilah uang pengamanan perkara. Biasanya uang ini juga diambil dari sisa-sisa biaya perkara. Harus ditanyakan juga ke Pemerintah, apakah pos anggaran untuk itu ada?

 

Yang juga perlu dicermati, kata Rifqi, adalah akuntabilitas dari penggunaan uang panjar itu. Mesti dibuat rasionalisasi besaran biaya yang dikeluarkan pihak berperkara dengan penggunaan riilnya.  Seringkali selama ini dalam rincian biaya perkara pada putusan, uang perkara habis untuk keperluan administrasi yang tidak diperinci. Biasanya ini dipakai pengadilan untuk membeli ATK (Alat Tulis Kantor) dan juga insentif bagi pegawai  yang mestinya menjadi tanggungan negara.

 

Soal kewajiban panitera  memberitahukan pada pihak berperkara sisa uang panjar berikut penggunaannya, harus dipastikan besaran uang yang kembali ke negara.  Siapa yang akan melakukan pengawasan di sini. Menurut Rifqi, perlu masuk pihak ketiga agar MA bisa akuntabel, baik pada waktu perencanaan besaran biaya perkara, penggunaan, maupun setelah uang sisa itu dikembalikan. Ia juga mempertanyakan, dalam RPP itu lembaga negara apa yang punya kewenangan melakukan pengawasan.

 

Yang dipertanyakan  Rifqi, sudahkah RPP itu mengakomodasi hubungan MA-BPK. Secara teknis hal itu perlu dijabarkan agar tidak menimbulkan konflik kedua lembaga seperti yang muncul ketika biaya perkara dipersoalkan.

 

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) MA telah selesai diharmonisasi di Departemen Hukum dan HAM (Depkumham). Direktur Harmonisasi, Wicipto Setiadi, menerangkan RPP itu seelsai dibahas minggu lalu. Saya lupa persisnya kapan, katanya saat ditemui diruang kerjanya, di gedung Ditjen Perarturan Perundang-undangan, Kamis (13/12).

 

Terkait dengan perdebatan biaya perkara, Wicipto menerangkan dalam RPP itu biaya perkara dimasukan ke dalam PNBP MA jika perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selama belum inkracht belum bisa disetor ke kas negara, katanya. Dengan demikian biaya perkara itu sudah bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

 

Sebelum berkekuatan hukum tetap, uang itu hanya dianggap sebagai titipan dari pihak yang berperkara. Bukan uang negara, katanya. Hal itu, kata Wicipto mengacu pada pengertian keuangan negara dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Keuangan negara menurut aturan ini adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

 

Dalam RPP itu Panitera MA diwajibkan untuk memberitahukan pihak yang berperkara jika ada kelebihan uang titipan tersebut. Jika dalam waktu 180 hari setelah diinformasikan kepada para pihak, tapi tidak juga diambil, maka kelebihan uang itu akan masuk ke kas negara. Begitu juga jika ada kekurangan biaya perkara. Tapi yang sering terjadi kelebihan, terang Wicipto.

Tags: