Mantan Napi Haram Menjadi Wakil Rakyat
Utama

Mantan Napi Haram Menjadi Wakil Rakyat

Sangat mungkin, mantan narapidana diharamkan jadi anggota DPR, DPRD atau DPD. Tanpa pengecualian apapun.

Her
Bacaan 2 Menit
Mantan Napi Haram Menjadi Wakil Rakyat
Hukumonline

 

Salah satu syarat menjadi wakil rakyat

 

Pasal 43 ayat 1 (h) UU No. 3 Tahun 1999

Pasal 60 (i) UU No. 12 Tahun 2003

Pasal 57 ayat 1 (g) RUU Pemilu

Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali karena melakukan tindak pidana yang timbul karena kealpaan ringan (culpa levis) dan tindak pidana kejahatan politik.

 

Sebelumnya, beberapa fraksi berharap agar mantan napi diperbolehkan ikut mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Yang tidak boleh adalah orang yang sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih. Rumusan ini tidak ubahnya rumusan dua UU Pemilu sebelumnya, yaitu UU No. 3 Tahun 1999 dan UU No. 12 Tahun 2003.

 

Menurut Ferry, lobby antar fraksi belum memutuskan rumusan mana yang bakal dipakai. Kepastiannya baru bisa diketahui setelah rapat paripurna yang bakal dihelat pada Kamis (28/2) nanti.

 

Diskriminatif

Bisa jadi, rapat paripurna nanti memutuskan lain. Meski demikian, apa yang dikemukakan Ferry direspon secara beragam oleh masyarakat di luar parlemen.

 

Dita Indah Sari menyebut DPR telah bertindak diskriminatif. Ketua Dewan Petimbangan Partai Persatuan Pembebasan Nasional ini menyatakan, pasal yang dirumuskan DPR itu bisa menutup saluran politik masyarakat. Menurut dia, hak-hak politik mantan napi yang telah menjalani hukuman seharusnya dipulihkan kembali.

 

Dita juga menilai DPR berusaha menghambat karir politik orang-orang yang dulu pernah dipenjara karena tindak pidana politik. Mereka jumlahnya ribuan, karena dulu Orde Baru sangat otoriter, kata mantan napi yang pernah dijebloskan ke penjara selama tiga tahun karena dinyatakan melakukan tindak pidana subversif ini.

 

Pada kesempatan terpidah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Rudi Satriyo Mukantardjo, menilai rumusan yang dihasilkan DPR masih kurang tegas. Mestinya bukan tidak pernah atau sedang menjalani pidana penjara, tapi sama sekali tidak terlibat dalam kasus pidana, ungkapnya.

 

Catatan kriminal apapun, tandas Rudi Satriyo, menunjukkan seseorang tidak bersih. Masyarakat ingin caleg yang benar-benar bersih, tegasnya. Karena itu, yang diperlukan bukan hanya kesesuaian dengan norma hukum, tetapi juga norma-norma lain yang berlaku di masyarakat.

 

Toh, kepastian regulasi yang menghambat hak politik napi itu masih menunggu pengesahan.

 

 

 

Mantan narapidana yang pernah dibui dengan ancaman hukuman lima tahun penjara harus siap gigit jari bila punya cita-cita menjadi wakil rakyat. Sebab, Pansus RUU Pemilu lebih condong menganggap mantan napi sebagai orang yang hak politiknya terhapus seumur hidup. Meskipun sudah dipenjara, hak politiknya terhapus seumur hidup, ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan, di Gedung DPR, Selasa (26/2).

 

Ferry menyampaikan hal ini setelah mengadakan pertemuan dengan pengurus teras Partai Golkar seperti Ketua DPR Agung Laksono dan Menhukham Andi Mattalatta. Ditambahkan Ferry, hampir seluruh fraksi di DPR setuju salah satu syarat anggota DPR, DPRD dan DPD ialah tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

 

Rumusan tersebut merupakan versi lebih singkat dari bunyi Pasal 12 (g) dan Pasal 57 ayat 1 (g) RUU Pemilu. Versi lengkapnya memberi perkecualian kepada mantan napi yang melakukan tindak pidana karena kealpaan ringan (culpa) dan tindak pidana politik. Sekarang, kalau akhirnya disetujui, napi politik pun tak boleh menjadi wakil rakyat. Tidak ada perkecualian apapun, tandas Ferry.

 

Menurutnya, hal ini tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 14-17/PUU-V/2007 yang memberi kesempatan kepada mantan napi tertentu menduduki jabatan publik.  Ferry beralasan, norma hukum yang ada menghendaki agar mantan napi tidak menjadi pejabat maupun wakil rakyat. Namun ia tidak menjabarkan norma hukum mana yang dia maksud.

Halaman Selanjutnya:
Tags: