Mendesak Sinkronisasi Aturan Kewarganegaraan dengan UU Keimigrasian
Berita

Mendesak Sinkronisasi Aturan Kewarganegaraan dengan UU Keimigrasian

Beragam kemudahan dan fasilitas keimigrasian sudah diberikan sejak UU Kewarganegaraan baru disahkan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Mendesak Sinkronisasi Aturan Kewarganegaraan dengan UU Keimigrasian
Hukumonline

 

Selain pada tataran pelayanan, perubahan juga musti dilakukan pada tataran teroritis. Mau tidak mau, sinkronisasi UU Kewarganegaraan dengan UU Keimigrasian menjadi suatu keniscayaan. Menurut Cecep, Ditjen Imigrasi sudah menggagas revisi UU Keimigrasian 1992. Naskahnya sudah masuk ke DPR dan menjadi salah satu prioritas program legislasi nasional. Imigrasi tinggal menunggu jadwal pembahasan lanjutan terhadap RUU Keimigrasian.

 

Para pengurus Kelompok Perkawinan Campuran Melalui Tangan Ibu (KPC Melati) pun tampaknya tak ingin melewatkan perubahan aturan keimigrasian. Sebagai pemangku kepentingan di lapangan, KPC Melati ingin mengawal pembahasan RUU tersebut seperti halnya UU Kewarganegaraan tempo hari. Tak mengherankan, KPC sudah membentuk Kelompok Kerja untuk Keimigrasian. Kelompok ini antara lain bertugas melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan keimigrasian dan mengusulkannya kepada Pemerintah. Dalam konteks ini, Ketua Umum KPC Melati Merry Girsang menegaskan bahwa kerja sama dengan Pemerintah dan DPR penting untuk mengawal revisi UU Keimigrasian tersebut.

 

Secara internal, KPC Melati sendiri mencoba memberikan pemahaman kepada para anggotanya. Pekan lalu misalnya, organisasi ini menyelenggarakan tanya jawab ‘Mencari Solusi Soal Keimigrasian untuk Perkawinan Campuran' di Jakarta. Sosialisasi program sejenis juga diselenggarakan melalui radio.

 

Implikasi UU Kewarganegaraan

Menurut Cecep Supriyatna, ada beberapa implikasi berlakunya UU Kewarganegaraan terhadap keimigrasian. Misalnya pembatalan/pencabutan izin keimigrasian, penerbitan paspor RI, peneraan cap pada paspor dan pemberian keterangan secara affidavit pada paspor asing bagi subjek kewarganegaraan ganda. Selain itu, pemberian Surat Keterangan Keimigrasian (SKIM) dalam rangka pewarganegaraan dan menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI.

 

Sebelum revisi UU Keimigrasian selesai dibahas DPR, Menteri Hukum dan HAM coba menerbitkan aturan pelaksanaan yakni Permenhukham No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI. Menurut beleid ini, anak-anak subjek kewarganegaraan ganda yang memegang paspor asing pada saat masuk dan berada di wilayah Indonesia dibebaskan dari kewajiban memiliki visa, izin tinggal dan izin masuk kembali (Re-Entry Permit).

 

Namun, kalau si anak hanya memegang paspor asing, petugas imigrasi wajib membuat tera tanda masuk/tanda bertolak pada paspornya. Kalau dia punya dua paspor maka ia harus memilih paspor yang sama saat masuk ke atau keluar dari wilayah Indonesia.

 

Ditjen Imigrasi, kata Cecep, bersifat menunggu kapan pembahasan intensif RUU Keimigrasian dimulai. Sebab, naskahnya sudah masuk ke Senayan. Salah satu yang perlu masuk ke dalam revisi itu adalah pengakuan terhadap hak isteri menjadi sponsor bagi suaminya yang WNA.

 

Meskipun RUU Keimigrasian belum intens dibahas, beberapa peraturan perundang-undangan di tingkat teknis sudah memberikan kemudahan dan fasilitas keimigrasian. Bukan hanya kepada pelaku perkawinan campuran, tetapi juga kepada warga negara asing pada umumnya. Misalnya, perpanjangan Izin Kunjungan  bagi keperluan investasi dari 60 hari menjadi 90 hari, Izin Tinggal Terbatas dari satu menjadi dua tahun, dan Izin Masuk Kembali Beberapa Kali Perjalanan yang semula satu tahun menjadi disesuaikan dengan masa berlaku izin tinggalnya. Beleid ini merupakan tindak lanjut dari Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.

 

Ikut mendorong lahirnya UU Kewarganegaraan 2006, pekerjaan rumah KPC Melati belum selesai. Aturan kewarganegaraan masih harus disinkronisasi dengan wet keimigrasian.

 

Izin tinggal menjadi masalah penting bagi warga negara lain yang kebetulan berada di Indonesia. Kalau salah, urusannya bisa panjang. Menyalahgunakan izin kunjungan atau melewati batas waktu izin tinggal, misalnya, bakal menjadi sasaran pengawasan petugas imigrasi. Bahkan dalam kasus tertentu warga negara asing terancam dideportasi ke negara asal. Tidak terkecuali warga negara asing yang menikah dengan warga negara Indonesia. Tengok saja kasus beberapa pemain sepak bola asal Afrika yang ditahan petugas imigrasi.

 

Karena itu, pelaku perkawinan antar negara kudu paham aturan keimigrasian. Beruntung, sejak UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan berlaku, urusan keimigrasian pasangan perkawinan campuran relatif lebih ringan. Mereka tak perlu lagi mengurus izin tinggal anak-anak hasil perkawinan campur itu. Anak-anak mereka diperbolehkan memiliki kewarganegaraan ganda terbatas hingga usia 18 tahun.

 

Berlakunya UU Kewarganegaraan baru memang membawa perubahan mendasar dalam pelayanan keimigrasian. Kini, sebagai konsekuensi wet pengganti UU No. 62/1958 itu, para petugas imigrasi harus mengubah pola pikir dan pelayanan ketika mengurus dokumentasi pasangan kawin campur. Otak kita harus kita balik, dan itu tidak mudah, kata Harry Marsono, Direktur Izin Tinggal dan Status Keimigrasian Departemen Hukum dan HAM.

 

Meskipun demikian, lanjut Harry, petugas imigrasi tetap harus melayani urusan administrasi warga negara asing yang masuk ke Indonesia. Belakangan, pelayanannya justru dipermudah. Kalaupun misalnya izin tinggal WNA yang menikah dengan perempuan Indonesia habis, tak perlu terlalu khawatir akan dipersulit. Tidak ada kamus imigrasi untuk menolak melayani, timpal Cecep Supriyatna Anwar, Kasubdit Alih Status Keimigrasian Departemen Hukum dan HAM.

Tags: