Angkasa Pura I Lawan Putusan KPPU
Berita

Angkasa Pura I Lawan Putusan KPPU

Angkasa Pura I mengajukan permohonan keberatan putusan KPPU soal pembangunan Tollgate di Bandara Juanda Surabaya. Putusan itu dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip perjanjian.

Mon
Bacaan 2 Menit
Angkasa Pura I Lawan Putusan KPPU
Hukumonline

 

Jalan keluarnya adalah dengan cara pembanguan tollgate dengan pola kompensasi kepada pelaksana proyek, yaitu PT Sido Maju Industri Estat. Kompensasi itu berupa pengembalian biaya yang dikeluarkan pihak ketiga melalui sewa-menyewa (kesempatan berusaha) dalam jangka waktu yang disepakati berupa tempat reklame.

 

Keputusan mengacu pada Surat Keputusan Direksi Angkasa Pura I No. 305/KU.20/1992. Tidak ada perlakuan istimewa. Penunjukan PT Sido hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi dan operasional, ujar Eri Hertiawan, salah satu kuasa hukum AP I dalam permohonan keberatan.

 

Hal itulah yang kemudian dinilai KPPU sebagai cikal bakal adanya diskriminasi sehingga timbul persaingan usaha tidak sehat. Pasalnya, Angkasa Pura menetapkan harga batas bawah yang berbeda di lokasi tollgate dan sekitarnya. Yakni lebih rendah dari harga batas bawah dalam sewa tempat di lokasi outdoor lainnya. Akibatnya, pelaku usaha pengelola reklame di area parkir dan akses jalan masuk tidak mampu bersaing dengan PT Sido Makmur.

 

Apalagi Angkasa Pura tidak memberitahukan adanya ruang (space) reklame di lokasi tollgate dan sekitarnya seluas 1.414 m2 saat penjelasan teknis usaha beauty contest untuk pengelolaan reklame di bandara Juanda. Ini mengakibatkan disparitas harga sewa tempat reklame di lokasi outdoor bandara. KPPU lalu memerintahkan agar Angkasa Pura I melakukan negosiasi harga sewa tempat reklame di tollgate untuk sisa jangka waktu kontrak.

 

Angkasa Pura I membantah hal itu. Menurut tim kuasa hukum, pertimbangan harga sewa tempat reklame berdasarkan perhitungan nilai biaya dan investasi yang dikeluarkan oeh PT Sido saat membangun tollgate. KPPU sendiri tidak memberikan arahan soal negosiasi harganya.

 

Perintah negosiasi ulang harga dinilai bertentangan dengan Pasal 47 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 karena bukan tergolong tindakan administratif. KPPU telah melampaui kewenangan, ujar Eri. Putusan itu bertentangan dengan prinsip hukum perjanjian. Lagipula, putusan itu tidak dapat dilaksanakan (non executable). Sebab putusan juga memaksa PT Sido Maju untuk tunduk pada putusan KPPU. Sementara, perusahaan itu bukan merupakan pihak dalam perkara. 

 

KPPU, dalam surat jawabannya menegaskan tidak mempermasalahkan pembangunan tollgate. Inti masalah dalam perkara ini adalah soal harga sewa reklame yang berbeda. Masalah ini tidak mendapat pengecualian dari Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999.  sebab yang dilarang dalam ketentuan itu adalah perjanjian untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. Sementara SK Direksi Angkasa Pura tidak bisa digolongkan sebagai undang-undang.

 

Tim kuasa hukum KPPU membantah dalil pemohon yang menyatakan perintah negosiasi harga melanggar Pasal 47. Perintah itu merupakan salah satu cara untuk menghentikan kegiatan yang terbukti melakukan praktik monopoli. KPPU tidak melarang masyarakat melakukan perikatan. Hanya, harus diingat rambu perjanjian, yaitu tidak boleh bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999.

 

Pemeriksaan Tambahan

Usai penyerahan berkas-berkas ke muka persidangan. Eri meminta majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Sederet bukti plus dua orang saksi ahli telah disiapkan.

 

Permintaan itu ditentang oleh kuasa hukum KPPU. Pasalnya pemeriksaan tambahan hanya bisa dilakukan atas kebutuhan majelis hakim bukan karena permintaan paa pihak.

 

Ketua majelis akan bersikap atas permohonan itu. Pada persidangan pekan depan. Senin (13/10) majelis hakim akan menentukan nasib apakah permohonan pemeriksaan tambahan Angkasa Pura I diterima atau tidak dalam putusan sela.

Pembangunan gerbang tol (tollgate) di Bandara Internasional Juanda Surabaya, Jawa Timur masih berpolemik. Setelah diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pertengahan Agustus lalu, PT Angkasa Pura I (Persero) selaku penanggung jawab bandara itu, tidak tinggal diam. Perusahaan berplat merah itu mengajukan upaya perlawanan atas putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2008.

 

Melalui kuasa hukumnya dari kantor hukum Assegaf, Hamzah & Partners, Angkasa Pura I melayangkan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 September 2008. Dua minggu berselang, Rabu (8/10), persidangan perdana digelar oleh ketua majelis hakim Makassau dan beranggotakan Eli Marliana dan Panji Widagdo.

 

Dalam surat permohonan keberatan, Angkasa Pura I menyatakan pembangunan tollgate merupakan fasilitas pokok kebandarudaraan. Yakni, pelayanan operasional untuk menjaga keamanan dan ketertiban lalu lintas orang, barang dan kendaraan yang masuk ke bandara. Dengan tollgate Angkasa Pura I bisa melakukan kontrol terhadap arus masuk orang, barang dan kendaraan ke bandara. Karena itu, pembangunan tollgate bersifat mendesak.

 

Hal ini sesuai dengan tugas Angkasa Pura sebagai pengelola bandara sebagaimana ditentukan dalam UU Penerbangan No. 15 Tahun 1992. Yakni menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan.

 

Sayangnya, pada 2006, Angkasa Pura I tidak memiliki dana untuk pembangunan tollgate. Proyek itu tidak masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan untuk tahun buku 2006. Padahal itu diperlukan untuk mendapat sertifikasi bandar udara. Angkasa Pura I pun cari alternatif penyelesaian masalah.

Tags: