Menaikan Tarif, Dephub dan Angkasa Pura II Digugat
Berita

Menaikan Tarif, Dephub dan Angkasa Pura II Digugat

David M.L. Tobing menilai kenaikan tarif passanger service bertentangan dengan hukum karena tidak melalui mekanisme yang ditentukan dalam Pasal 245 UU Penerbangan. Yakni, kenaikan tarif tidak berdasarkan kesepakatan antara pengguna dan penyedia jasa bandara.

Mon
Bacaan 2 Menit
Menaikan Tarif, Dephub dan Angkasa Pura II Digugat
Hukumonline

 

Kenaikan tarif itu dirasakan David ketika ia hendak terbang ke Surabaya akhir April lalu dengan pesawat Garuda Airlines. Sebagai advokat yang kerap menangani perkara perlindungan konsumen, David lalu mengkaji kenaikan tarif itu sesuai dengan aturan hukum atau tidak. Dari hasil penelusuan, David menyimpulkan bahwa Angkasa Pura II tidak melakukan kewajiban hukumnya dengan baik karena tidak membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan pengguat selaku pengguna jasa bandara untuk menentukan kenaikan tarif.

 

Hal itu mengacu dari Pasal 245 UU Penerbangan No. 1 Tahun 2009. Pasal tersebut menentukan, besaran tarif pada bandar udara ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Setelah ditelusuri, ternyata Angkasa Pura telah menaikan tarif berdasarkan kesepakatan dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Padahal menurut David, YLKI bukan pengguna jasa bandara. Pasal 240 ayat (1) UU Penerbangan menentukan, pengguna jasa bandara adalah setiap orang yang menikmati pelayanan jasa bandara dan/atau mempunyai ikatan kerja dengan bandara.

 

Sementara, Menteri Perhubungan dalam suratnya No. PR 303/1/2 Phb 2009 tanggal 15 Januari 2009 menyatakan, kenaikan tarif dapat dilaksanakan dengan mengacu pada hasil kesepatan dengan pengguna jasa yang diwakili YLKI. Padahal David selaku pengguna jasa bandara tidak pernah memberikan kuasa kepada YLKI untuk membuat kesepakatan penentuan tarif. YLKI adalah lembaga yang bergerak di bidang advokasi perlindungan konsumen. Kenaikan tarif itu melanggar hak subjektif penggugat yang diberikan oleh UU Penerbangan dan itu adalah perbuatan melawan hukum, kata David dalam gugatannya.

 

Sekedar informasi, kenaikan tarif di bidang lain seperti jalan tol dan listrik, air minum dan telekomunikasi, tidak berdasarkan kesepakatan dengan pengguna jasanya. Hanya, UU Penerbangan yang mewajibkan adanya kesepakatan dengan pelanggan.

 

Meski demikian, dalam petitumnya David hanya menuntut ganti rugi sebesar Rp 10.000 sesuai dengan kerugian yang nyata diderita karena harus membayar lebih. Selain itu, David meminta agar majelis hakim menyatakan Surat Direksi soal kenaikan tarif batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Menanggapi gugatan David, Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan menyatakan, mengajukan gugatan adalah hak setiap warga negara. Hanya, dia menjelaskan kenaikan tarif itu telah melalui proses sesuai dengan aturan tentang formula penetapan tarif. Sebelum menaikan tarif, Departemen Perhubungan telah meminta Angkasa Pura untuk meminta persetujuan YLKI. YLKI merupakan representatif penguna jasa, tidak mungkin kan berkonsultasi dengan semua orang, ujarnya via telepon.

 

Namun, Koordinator Advokasi Transportasi YLKI Tulus Abadi mengaku tidak pernah diajak bicara soal kenaikan tarif. Tulus menjelaskan Departemen Perhubungan memang pernah melakukan konsultasi publik dengan YLKI terkait peningkatan pelayanan. Misalnya, soal fasilitas bandara yang tidak baik, seperti toilet yang tidak bersih dan keterlambatan pesawat. Bukan soal penurunan atau kenaikan tarif, itu keliru, ujar Tulus melalui sambungan telepon.

 

Tulus mengingatkan secara normatif kewenangan untuk menentukan tarif berada di tangan Departemen Perhubungan, bukan lembaga lain apalagi YLKI. Ia menyambut baik gugatan yang dilayangkan David. Dephub memang harus memperhatikan stakeholders dalam menentukan tarif, terutama konsumen selaku pengguna jasa, kata Tulus.

Setelah mengajukan gugatan seceng, David M.L. Tobing mengajukan gugatan ceban alias Rp 10.000. Gugatannya masih seputar perlindungan konsumen. Kali ini, Melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, David menggugat Menteri Perhubungan dan PT Angkasa Pura II (Persero) masing-masing sebagai tergugat I dan II. Gugatan yang didaftarkan Rabu (29/4) dilayangkan lantaran kedua tergugat dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dalam menarik pembayaran pelayanan jasa penumpang pesawat udara (passanger service charge) pada David.

 

Biaya pelayanan jasa penumpang pesawat itu bukan pajak bandara (airport tax). Pajak bandara adalah biaya yang dibebankan kepada penumpang dan disetorkan langsung kepada negara. Sementara biaya pelayanan jasa penumpang adalah biaya yang dipungut dari calon penumpang pesawat oleh pengelola bandara untuk peningkatan pelayanan dan perawatan fasilitas umum bandara.

 

Dalam gugatan No. 154/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST itu David meresahkan kenaikan biaya pelayanan jasa penumpang yang naik sejak 15 Maret 2009. Semula, Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno Hatta menarik biaya itu sebesar Rp 30.000 menjadi Rp 40.000. Kenaikan tarif itu tertuang dalam Keputusan Direksi Angkasa Pura II No. KEP.15.01.01/02/2009 tanggl 23 Februari 2009.

Tags: