Walikota Diberhentikan Gara-Gara Putusan KPPU
Berita

Walikota Diberhentikan Gara-Gara Putusan KPPU

Terlibat persekongkolan tender, pejabat pemerintah dapat dibebastugaskan. Kasusnya terjadi pada Walikota Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Oleh:
M-7
Bacaan 2 Menit
Walikota Diberhentikan Gara-Gara Putusan KPPU
Hukumonline

 

Keputusan DPRD itu kemudian dikuatkan dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung Nomor No. 01P/KHS/2009. MA menyatakan pemberhentian Walikota Pematangsiantar dan wakilnya dapat dibenarkan secara hukum. Sebab, sudah memenuhi ketentuan pasal 29 ayat (2) huruf d UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal itu mengatur bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat diberhentikan karena dinyatakan melanggar sumpah/janji kepala atau wakil daerah.

 

Jika ditelisik ke belakang, pemberhentian orang nomor satu di kota Pematang Siantar ini tak lepas dari peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pada 13 November 2006, KPPU pernah memutuskan sebuah perkara persekongkolan lelang kegiatan perbaikan bangsal di Unit Kerja Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematangsiantar Tahun Anggaran 2005. Nah, putusan KPPU inilah yang digunakan DPRD Pematangsiantar untuk ‘memecat' Robert dan Imal.

 

Dalam putusan perkara No. 06/KPPU-L/2006 itu, Robert (Terlapor VI) dan Imal (Terlapor VII), terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 22 mengatur tentang larangan persekongkolan tender.

 

KPPU dalam putusannya juga mengeluarkan rekomendasi yang menyeret Robert dan Imal. Isinya, Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil tindakan terhadap Walikota, Wakil Walikota Pematangsiantar dan Hasudungan Nainggolan terhadap kerugian negara sebesar Rp381.440.000.

 

Menurut Direktur Komunikasi KPPU A. Junaidi, para pihak yang menjadi terlapor dalam perkara tersebut tidak mengajukan upaya keberatan. Bahkan Terlapor VIII, Hasudungan Nainggolan, sudah membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp127.146.666,67—seperti yang diputukan KPPU.

 

Sekedar informasi selain Robert, Imal, dan Hasudungan, ada lima terlapor lainnya. Mereka adalah Iswan Lubis, Pelaksana Tugas Sementara Kepala RSU Pematangsiantar (Terlapor I), Santo Denny Simanjuntak, Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kegiatan Perbaikan Bangsal di Unit Kerja RSU Pematangsiantar Tahun Anggaran 2005 (Terlapor II), CV Kreasi Multy Poranc (Terlapor III), PT Pembangunan Delima Murni (Terlapor IV), dan CV Sumber Mulya (Terlapor V).

 

Junaidi mengatakan, perkara di Pematangsiantar ini dapat dijadikan sebagai alasan pemberhentian pejabat pemerintah. Menurut dia, selama ini putusan KPPU yang melibatkan pejabat, hanya berupa permintaan kepada atasan pejabat bersangkutan untuk menerapkan disiplin kepegawaian. Artinya, secara de facto tegantung kepada kesadaran pejabat tersebut untuk bertindak. Dan KPPU sendiri memang tidak punya wewenang untuk menindak aparat negara ataupun pimpinan daerah. Kalau pun ada, hanya sebatas rekomendasi berupa saran pertimbangan.

 

Walaupun KPPU tidak dapat memberikan hukuman aparat pemerintah yang bersangkutan tetapi, sekali terlibat dalam persekongkolan tender, akan banyak menghadapi resiko-resiko jabatan, tutur Junaidi pekan lalu.

 

Hingga berita ini diturunkan, hukumonline belum berhasil menghubungi Robert dan Imal untuk meminta keterangan. Namun hingga Selasa (30/6) foto Robert dan Imel masih terpampang dalam situs Pemkot Pematangsiantar.

Kasus yang satu ini mungkin bisa menjadi pelajaran serius buat pejabat negara atau pimpinan daerah. Lantaran terbukti melakukan persekongkolan tender, seorang walikota dan wakilnya harus rela melepas jabatan mereka. Adalah Robert Edison Siahaan dan Imal Raya Harahap, Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar, yang mengalami kejadian mengenaskan itu. Seharusnya, Robert dan Imal masih menjabat hingga 2010 mendatang.

 

Pada 5 September 2008, DPRD Pematangsiantar menggelar rapat paripurna memberhentikan Robert dan Imal dari jabatan mereka sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Keputusan itu dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) DPRD Pematangsiantar No. 12 Tahun 2008. DPRD beralasan, Robert dan Imal telah melanggar sumpah jabatan dan menyalahgunakan wewenang. Hubungan DPRD dan Walikota memang tidak akur setelah walikota tak menghadiri beberapa kali rapat paripurna DPRD. Posisi Robert semakin terjepit setelah namanya dikait-kaitnya dengan prakti KKN penerimaan pegawai. Pada November 2008 silam, Polres Simalungun menetapkan Robert sebagai tersangka.

Halaman Selanjutnya:
Tags: